Lomba Tolong Menolong

Oleh: Istikomah

Sebuah pesantren kecil di pedesaan Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah, sebut saja pesantren al-Ikhlas yang dipimpin oleh kiai lulusan IAIN Pekalongan Fakultas Syariah bernama KH. Ushuludin atau akrab dipanggil kiai Udin. Kiai Udin ini memiliki 50 santri putra dan 50 santri putri dengan asrama yang berbeda, namun masih satu halaman yang gabung dengan rumah kiainya. Saat-saat momentum menjelang bulan suci Ramadhan, adat istiadat pesantren Kiai Udin biasanya mengadakan lomba tolong menolong. Lomba tolong menolong ini untuk melatih para santrinya agar mempunyai jiwa dan hati yang ikhlas, seperti nama pesantrennya yaitu al-Ikhlas.  Prosedur dalam lomba tolong menolong ini yaitu 50 santri putra dibagi menjadi 10 kelompok dan 50 santri putri juga dibagi menjadi 10 kelompok, masing-masing kelompoknya berisi 5 orang santri yang akan di tugaskan dengan lokasi desa yang berbeda-beda dan kurun waktu 10 hari, yakni 5 hari sebelum puasa dan 5 hari berikutnya pada bulan puasa. Antara kelompok santri putra dan putri ini kemudian digabung menjadi satu yang kemudian menjadi satu kelompok berisi 5 orang santri putri dan 5 orang santri putra. Jika dalam akademik perkuliahan, hal demikian layaknya KKN (kuliah kerja nyata). Wajar saja sebab Kiai Udin pimpinan pondok pesantrennya adalah alumni IAIN Pekalongan yang sangat cinta dengan IAIN.

Kartono merupakan santri paling senior dalam pesantren tersebut, oleh sebab demikian Kartono menjadi kordinator dari semua kelompok santri itu bersamaan dengan Kartini perwakilan santri putri yang tergabung dalam kelompok urutan nomor 1 bertugaskan di desa Karangdadap.

“Tini bagaimane persiapanmu untuk peluncuran acare lomba tolong menolong besok?” tanya Kartono melalui pesan WA (WhatsApp) dengan foto DP narsis abis ala Kartono berpeci miring meniru Kiai Udin yang nyentrik.

“Insya Allah kang Tono siap atuh, pokomen besok ontime jam 6 pagi harus sudah kumpul di lapangan pesantren” balas Kartini atas pesan WA yang Katono kirim. Tapi emang dasar Kartini, gadis pondok berdarah campuran Sunda dan Jawa bahasanya kebanyakan atuh-atuhnya yang khas sunda dan pokomen khas Jawa Pekalongan. Sedangkan Kartono orang berdarah Jawa Kebumen namun besar di Jakarta, oleh karenanya bahasa Kartono agak ke betawi-betawian.

“ok deh neng Tini yang cantik” balas Kartono

“jangan ok-ok aja atuh akang, akang teh senior di sini. Besok harus bisa ngatur santri biar acaranya lancar” balas Kartini

“ane siap neng ah, tenang aje” jawab Kartono.

Malam persiapan dari para kordinator yang dipimpin oleh Kartono nampaknya lumayan berjalan dengan baik berkat kerja keras Kartini juga dalam mengkordinir rekan-rekan santri putri dan putra yang sangat nurut jika Kartini ngomong. Bagaimana tidak pada nurut, sosok Kartini yang cantik namun galak dalam mengatur anak-anak terutama santri putra membuat para santri putra pada klepek-klepek dengan kemarahan Kartini yang membuatnya terlihat sangat cantik oleh kemarahannya sendiri. Lebih-lebih biasanya selesai lomba tolong menolong seluruh santri wajib ikut ngaji pasaran di pesantren dengan kitab Quratul Uyun. Kitab yang berisi adab sexualitas dan rumah tangga ini, waaaaaah….. bisa-bisa Kartini jadi bahan bayangan para santri putra saat ngaji. Hehe

Pagi tiba, Kartini dan Kartono serta jajaran panitia kordinator lainnya mempersiapkan untuk meluncur ke desa-desa yang sudah di loby untuk acara lomba tolong menolong. Kiai Udin-pun berdoa untuk keselamatan santri semuanya dan kelancaran acara lomba, kemudian seluruh santri berangkat bersama-sama dengan Truck dari pesantren yang diantar oleh Pak Qusmin dan Pak Sukirman sebagai supir pondok pesantren al-Ikhlas. Satu persatu antar kelompok diantar ke desa-desa untuk lomba selama 10 hari dengan catatan bukti menolong orang-orang di desa dalam hal apapun terutama hal Ilmu agama.

Kartono dan Kartini-pun ikut sampai di Karangdadap dan kelompok 1 ini mengambil tinggal dibelakang Masjid ikut rumahnya Pak RT yang gokil abis akrab sama Kartono bagaikan saudaranya. Namanya juga Kartono, mau tua mau muda dianggap teman sebaya termasuk Pak RT dibelakang Masjid kebetulan akrab dengan Kartono.

“enak sekali rumahnya Pak RT ini, walaaaah ane betah disini Pak RT” guyonan Kartono kepada Pak RT.

“Hist.. jaga lambemu kang-kang isin atuh” kata Kartini

“haha-haha jika betah monggo tinggal saja ikut Pak RT di sini Tono, nanti bapak jadikan kamu kemit Masjid, haha-haha” jawabnya Pak RT kepada Kartono.

“ah Pak RT bisa aje, masa saya santrinya al-Mukarom al-Alamah al-Alim Hadratusyaikh KH. Ushuludin di sini Cume dijadikan kemit si pak RT.. imam Masjid dung Pak RT.. hehe” tanggapan Kartono pada Pak RT.

“Hist.. ngobrolnya yang bener atuh akang, ngisin-ngisinke teuing si akang teh. Yang lain aja atuh akang” Kartini menanggapi obrolan Kartono.

“gak ape-ape neng Tini, ini prolog aja pertama ngobrol” jawab Kartono.

Namanya juga Kartono masih hari pertama sudah bikin kesel Kartini, gayanya yang sok dan nyentrik kemiyai membuat Kartini marah besar pada hari pertama itu. meski demikian, ironisnya Kartono tidak menyadari sama sekali bahwa Kartini marah atas perilaku gaya gobrolnya itu dengan Pak RT. Ironisnya lagi, Pak RT juga tidak merasa apa-apa atas kelakuan sombongnya Kartono.

“namanya juga bocah. Bocah semprul. Hehe” perkataan lirih dari Pak RT dengan ketawa kecil mentertawai Kartono yang tingkah lakunya kocak.

Hari pertama aktifitas di Karangdadap rupa-rupanya Kartono malah lebih sering godain Kartini timbang mencari kebaikan, untuk menolong warga di Karangdadap. Entah bantu bapak-bapak dalam pekerjaan, ngasih pengajian ibu-ibu. Namun malah kang Dadang asli Subang yang suka ngasih pengajian ibu-ibu di pagi hari ba’da sholat subuh di Masjid. Namanya juga Dadang asli Subang, orang sunda yang pesantren di jawa ya jelas ngajinya make bahasa sunda. Bukan bikin ibu-ibu paham soal agama, eh malah pada tertawa sebab sifat jenakanya kang Dadang yang ngomong Sunda.

“mangga ibu-ibu sadayana ayuk bareng-bareng isukan arek puasa ramadan diniatkeun anu apik ulah henteu apik, muga-muga gusti allah nurunkeun hidayahna kepada kita amin ya robal alamin” dalam cuplikan sebagian pengajian dari kang Dadang.

“hahahahahahahahaha………” sahut dengan ketawa ibu-ibu di Masjid desa itu.

Lucunya kang Dadang ngisi pengajian di desa Karangdadap yang mayoritas berbahasa jawa Pekalongan, kok malah menggunakan bahasa sunda. Maklum saja, sebab kang Dadang ini santri baru lima bulan mondok di Pesantren al-Ikhlas asuhan Kiai Udin itu. jadi belum bisa bahasa jawa, apalagi jawanya Pekalongan. Hehe

Adapun anggota yang lain sibuk mencari orang yang butuh pertolongannya dalam hal apapun. Ada yang membantu disawah untuk mencangkul bagi laki-laki, ada yang ikut berdagang di pasar bagi yang perempuan, bahkan ada yang kerjanya ngobrol saja sama warga dan masyarakat desa itu. sama halnya dengan kelompok lain, kelompok 1 juga banyak melakukan kebaikan dengan modal tenaga dan ilmu. Kartono dan Kartini sibuk menerima laporan-laporan jika ada kendala apapun dari kelompok lain, karena mereka sebagai kordinator dari kegiatan tersebut.

Suatu ketika Kartono tidak sengaja jumpa dengan Kartini hendak mau ke kamar mandi, meski dengan kamar mandi yang berbeda namun tetap satu arah yang sama.

“permisi (sambil senyum)” Kartini malu dan kaget sebab bersamaan dengan Kartono ke kamar mandi. “kok bisa barengan gini si mau mandinya sama si akang Kartono” bertanya-tanya dalam hati Kartini.

Kartono yang di sapa permisi tadi hanya senyum dan bingung juga “waduh gusti kok bise bersamaan gini si sama si neng ayu Kartini” dalam hati Kartono bertanya-tanya juga. Dasar Kartono yang punya jabatan Kordinator beruntung sekali bisa bareng santri putri Kartini yang menjadi primadonanya pesantren.

Menjelang beberapa hari lagi selesai, banyak respon yang baik dari Pak RT. Sambil obrolan di sore hari dengan santai, Pak RT menyampaikan :

“waduh-waduh Ust. Kartono dan Ustadzah Kartini, saya senang sekali lho ada kegiatan lomba tolong menolong dari Pesantren al-Ikhlas ini asuhan KH. Ushuludin. Masyarakat disini merasa sangat tertolong dan ringan dalam segala aktifitas sehari-hari dan memperoleh banyak pengetahuan ilmu agama yang mas-mas dan mbak-mbak sampaikan pada masyarakat” tanggapan Pak RT kepada kelompok 1 wabil khusus Kartono dan Kartini sebagai kordinator kegiatan sekecamatan.

“hahahahaha (tertawa bersama satu kelompok) alhamdulilah pak RT selagi kami bisa bantu insa Allah akan kami bantu untuk masyarakat di sini, namanya juga ini adalah Lomba Tolong Menolong atuh pak RT jadi kami dari kelompok 1 lebih-lebih kordinator ada di kelompok kami, kami seharusnya lakukan lebih maksimal lagi daripada ini atuh pak” tanggapan Kartini.

“iya pak RT betul sekali apa yang dikate neng Kartini ini” ikut nyambung Kartono menanggapi apa yang disampaikan Pak RT.

“Nya Pak RT kita juga haturnuhun pisan atuh pak RT masyarakat desa didinya teh aduh meuni apik-apik teuing, geulis-geulis oge awewena” sambung kang Dadang.

“huuuuuuuuuuuuuuuuu……. si Dadang mah dasar” sahut rame satu kelompok.

“ah akang Dadang si lihatin cewek terus pak RT dari kemarin” kata si Pitri salah seorang teman kelompok.

“haha.. geulis itu cantik ya Dang?” tanya pak RT

“hehe iya pak RT abdi jadi pengen pak RT” kata Dadang

“wah pengen apa ni Dang?” pak RT

“pengen nikah sama awewe di sini pak RT. Wkwkwk” becandanya Dadang sama pak RT

“haha bagus raaah Dang nanti kamu bisa jadi orang sini nanti ngaji terus di Masjid” kata pak RT.

“(SENYUM-SENYUM MALU SI DADANG)”

“HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA” ketawa bersama-sama

Setelah ngobrol panjang penuh tawa dan canda, aktifnya Dadang justru malah menambah iri si Kartono yang mulai redup dimata teman-temannya. Lebih-lebih Kartono sebagai senior, wah bisa nurun wibawanya di depan Kartini santri putri yang Kartono bilang cantik.

“silahkan-silahkan ambil nasi dan lauknya jangan malu-malu ayok” ucapan Pak RT kepada semua teman kelompok

“maturnuhun pak RT” sahut semuanya

“ayok Kartono semangat buka puasanya, kok jadi lembek gitu” tanya bu RT yang ikut makan bareng mendampingi pak RT.

“Baik bu, maturnuhun” sahut Kartono.

Semuanya makan buka puasa dengan bahagia sebab beberapa hari selesai kegiatan Lomba Tolong Menolong itu. tinggal masing-masing kelompok melaporkan hasilnya yang dikumpulkan melalui kordinator yang dipimpin oleh Kartono dan Kartini lalu diserahkan kepada Kiai Udin.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *