Oleh: Muhammad Fatkhu Arifin
Kalau dengar kata ini, saya jadi ingat satu pengalaman menggelikan dalam hidup saya. Pengalaman ini saya alami ketika saya masih menjadi mahasiswa semester 6. Cek di profil, saya dulu kuliah di mana.
Jadi ceritanya saya diutus oleh dosen pembimbing saya untuk mengikuti diklat Translation yang diselenggarakan oleh kampus tetangga. Saya merupakan salah satu dari enam (kalau tidak salah) mahasiswa dari semester berbeda yang diutus mewakili prodi. Peserta lainnya merupakan mahasiswa dari kampus yang punya hajat.
Karena ini diklat Translation, maka salah satu pembahasannya adalah tentang budaya dan karena kami semua dari prodi PBI, maka budaya negara-negara baratlah yang dibahas. Saya ingat sekali, saat itu kita membahas tentang perayaan ‘Halloween’. Saat itu, pembicara diklat melayangkan pertanyaan kepada para peserta tentang makna dan asal mula perayaan Halloween. Beruntung, jauh sebelumnya saya sudah pernah membahas budaya ini di mata kuliah Cross Culture Understanding di tahun pertama saya kuliah.
Karena saya sudah pernah bahas ini, maka saya jawab pertanyaan itu di saat peserta lain bungkam. Entah yang lain ini belum tahu atau lupa atau memang belum pernah dapat mata kuliah Culture sebelumnya, jadi mereka hanya diam.
Saat itu saya jawab, bahwa perayaan Halloween itu berkaitan dengan masa panen. Itu dia kata kuncinya, PANEN. Nah, tak tahu kenapa, sontak tawa para peserta pecah bergemuruh di dalam ruangan. Setelah tawa mulai mereda, ada yang nyeletuk bilang, “masa di Amerika ada panen?” Sambil melanjutkan tawa yang belum kelar. Saya pun kaget, tertawa juga, namun dalam hati.
“Masa di Amerika ada panen?”
Begitu katanya. Dan itu yang membuat saya geli. Sebentar, saya ketawa dulu.
HAHAHAHAH ….
Maaf … maaf … saya memang masih sering ketawa-ketawa sendiri kalau ingat kejadian itu.
Begini soalannya, memang di mana letak salahnya kalau di Amerika ada panen, ada petani? Apa yang ada di benak mereka? Apa mereka pikir negara maju itu tidak punya petani? Apa mereka pikir kalau di suatu negara masih ada petaninya, negara itu tak bakal maju? Apa mereka pikir negara maju itu isinya hanya orang-orang kantoran? APA MEREKA PIKIR AMERIKA BISA BESAR DAN MAJU TANPA SEKTOR PERTANIAN YANG KUAT? What a tiny little mind was that!
Mungkin mereka belum pernah nonton film “Children of the Corn” atau “Smallville” atau tak mengikuti aksi-aksi Winchester bersaudara dalam memburu Leviatan.
Baru setelah tawa benar-benar reda, bapak Pemateri berkomentar dan membenarkan jawaban saya. Saya tak lihat ekspresi wajah para peserta yang tadi menertawai saya karena saya yakin pasti ekspresinya melongo dan kecewa akan tawa mereka sendiri. Saya tak tersinggung, sungguh, karena saya sudah sangat sering ditertawai karena benarnya perkataan saya.
Bukan itu intinya, bukan soal tertawa dan ditertawai. Tapi di sini saya mencatat bahwa kebanyakan dari kita masih terjebak dalam pola pikir-pola pikir yang sempit. “Masa di Amerika ada panen?” Hahahah.
Padahal, kenyataannya, Amerika menempati posisi ketiga dari negara-negara dengan hasil pertanian terbaik dan terbesar di dunia. Lah, mereka ini selama kuliah ngapain aja? Kok bisa tertawa karena dengar di Amerika ada panen? Hahahah.
Begini, ini bukan hasil survei, tapi saya yakin faktanya tidak akan jauh beda dengan apa yang hendak saya utarakan. Percaya atau tidak, sebagian besar masyarakat kita—kalau harus pakai angka, mungkin 70-80% (angka tembakan)—masih menganggap remeh profesi PETANI.
Dan percayakah Anda, bahwa sebagian besar yang menganggap remeh profesi petani itu adalah para PETANI itu sendiri dan/atau keturunannya.
Sepertinya kita masih menganggap profesi petani itu sebagai profesi rendahan dan tidak penting. Kenapa? Karena kotor? Plis deh!
Look, bangsa kita gak akan beneran maju kalo masih begini mindset kita.
Tani itu aset! Bayangkan, misal, saya dan Fulan sama-sama punya gaji 2jt sebulan. Tapi saya nanem padi sendiri, nanem sayur sendiri, ternak ayam dan ikan. Sedang Fulan, untuk makan dia harus beli, meskipun masak sendiri, dia tetap harus beli bahan makanan. Nah, kira-kira siapa yang pengeluarannya lebih besar tiap bulannya? Jawab sendiri.
Jadi, tak berlebihan kiranya jika mulai merubah cara pandang kita. Dimulai dengan merubah beberapa kata dalam ungkapan-ungkapan berikut:
Saya CUMAN petani = Saya BANGGA jadi petani
Saya CUMAN anak seorang petani = Saya BANGGA jadi anak seorang petani.
Salam hangat dari saya,
MUHAMMAD FATKHU ARIFIN
Bukan anak petani, tapi pernah ditertawakan karena bicara soal panen. 😂