Cahaya yang Menerangi di Bulan yang Penuh Berkah

Oleh: Kamilah Nabilah

Matahari tenggelam di ufuk barat, Pesona warnanya yang indah tak bosan dipandang mata, Aku yang larut menuliskan tentangnya tak sadar Adzan telah berkumandang.

“Allahu akbar .. Allahu akbar”

“Astaghfirullah” Ucapku, Aku langsung bergegas mengambil air wudhu

“Ayo nak, Ayo jama’ah abi sudah menunggu” Ucap umi lantang, Memang umi dan abi selalu mengajarkan agar anak-anaknya istiqomah dalam jama’ah.

“Ya Allah kenapa harus sesakit ini aku mencintainnya” Batinku, Waktu pertengahan sholat aku terus memikirkan tentangnya hingga tak terasa ada butiran butiran halus membasahi pipiku.

Seusai sholat umi mendekatiku dan melihatku iba

“Nak, Allah yang menentukan jodoh, Rezeki, Maut, Semuanya telah diatur-Nya tak usah risau mohon yang terbaik pada-Nya” Sontak aku kaget kok umi kaya tahu isi hatiku

“Sudah jangan terlalu memikirkan” Ucap umi sambil tersenyum.

Ahmad Rizky, lelaki tampan yang memiliki suara merdu serta tajir dan selalu memenangkan lomba MTQ di berbagai tingkat, tak heran jika namanya sangat populer di kalangan santri putri, dia seseorang yang mengisi hari-hariku di pesantren meskipun dengan cara sembunyi-sembunyi, Kabar tak sedap pun berseliweran datang, ternyata Rizky dekat dengan teman sekelasku si cantik Aisyah. Api cemburu menyalut saat aku tak sengaja melihat mereka berdua asyik berbincang di tempat yang mana aku dengan Rizky sering berjumpa. Akhirnya aku pun langsung minta pulang sama umi, beliau langsung menjemputku karena khawatir mendengar tangisanku di ponsel.

“Nah, daripada kamu merengek yang tidak jelas, Ayolah fighting.. fighting… bahwa kita bisa dan akan melanjutkan lagi planning kita, katanya kamu mau jadi penulis hebat kaya kak Ahmad Rifai Rif’an” Ucap Linda tegas sambil kedua tangannya menunjukkan bahwa aku harus selalu semangat.

“Linda … kamu … dan… aku… harus … dia… ”

“Hi!!! Sebel dia lagi dia lagi ” Ambek Linda

“Dia kak Ahmad Rifai Rif’an Linda ….. aku harus bisa .. dia inspirasiku” Ucapku  menggebu-gebu,

“Nah gitu dong, Azizatul Khoiriyah” Lalu kami pun berjalan bareng dengan canda tawa yang sempat tertunda karena masalahku. Linda adalah sahabat kecilku, Dia memilih sekolah formal bukan pesantren tapi hal itu tak membuat kita jauh dalam hubungan persahabatan malah itu menjadi ajang sharing kita.

Suara ramai anak-anak membangunkan tidurku yang sangat lelap

“Kita dimana?”

“Sudah ayo turun” Ajak Linda,

“Kak Linda … ” Teriak anak kecil gendut yang langsung memeluk Linda.

“Kakak kok baru kesini lagi, aku kan kangen banget sama kakak” Ucapnya yang manja

“Kak Lindaaaaaa” tiba-tiba ada gadis kecil yang lucu banget muncul di belakangku.

“Eh Khumaeroh” setelah mencium kedua pipi Linda kedua anak itu mendatangi anak-anak yang lain.

“Lin … Terimakasih ya,  aku suka”

“Iyah santai aja,”

“Oh iya 3 hari lagi bulan Ramadhan, kamu mau ga liburan disini?”

“Sungguh !! Memangnya boleh?? ” tanyaku balik

“Tentu” jawabnya lembut, rasa bahagia tak bisa aku tutupi saat Linda menjawabnya. Linda memang sering sekali ke panti asuhan Al-Mubarokah ini jadi tak heran jika anak-anak saling bermanja padanya.

Bulan penuh berkah akhirnya tiba dan aku pun semakin giat menulis sudah beberapa karyaku termuat di majalah.

“Lin, Alhamdulillah aku ada uang sedikit. kita beli baju lebaran untuk anak-anak yuk” ajakku

“Tidak Za, itu kan uang pertama dari jerih payahmu”

“Aku malah senang melihat mereka bahagia memakai baju lebaran baru karena kebahagiaan mereka adalah kebahagiaanku juga, bukan kebahagiaan Rizky adalah kebahagiaanku lagi” Ucapku meyakinkan Linda

“Alhamdulillah Za, aku senang sekali mendengarnya” Ucapnya terharu.

Kini aku sadar bahwa banyak orang-orang yang membutuhkan kasih sayang kita dari pada kita memberikan kasih sayang pada orang yang belum tentu menghargai kasih sayang kita dengan baik.

“Eh teman-teman aku mau cerita nih” Seru anak laki-laki yang mengenakan baju merah,

“Eh itu si Jaka mau cerita, kita kesana yuuk” anak-anak segera berlari mereka tak sabar mendengar cerita tersebut.

Di panti asuhan Al-Mubarokah ini sudah menjadi aktivitas rutin dua kali dalam seminggu bercerita, Anak-anaknya lah yang bercerita paling hanya satu orang dari pihak panti untuk mengawasinya tujuannya melatih mental anak-anak dan juga bisa mengambil pelajaran dari cerita tersebut

“Diceritakan ada sebuah kejadian pada saat ustadz mudah berceramah di depan jama’ah.

“Banyak cerita, Para kekasih Allah yang lantaran Karomah-Nya, Wali tadi bisa berjalan di atas air. Ada juga yang bisa terbang ke awang-awang, Melipat bumi juga bisa. Merekalah orang-orang hebat” tandas anak berbaju merah menggebu gebu

Kontan saja anak-anak lain pada menggerutu kaget ” wihh hebat hebat … keren … aku mau dong seperti itu”

“Fadli … terus apa kelanjutannya?” tanya Fajar penasaran.

“Sudah sampai situ” katanya, Mantap! Kebetulan aku sedang lewat dan mendengar cerita Fadli jadi aku pun ikut duduk bersama anak-anak.

“Hm… tadi ada kelanjutannya loh Fadli” Fadli hanya tersenyum cengengesan

“Ayo kak lanjutkan lagi” Seru anak-anak

“Setelah ustadz muda itu keluar dari masjid beliau bertemu dengan gurunya waktu di pesantren dulu dan menasehatinya.

“Anakku yang sholeh .. seorang yang bisa terbang itu biasa .Burung saja bisa terbang? . Seorang yang bisa berjalan di atas air itu biasa, Karena ikan pun bisa melakukannya, bahkan menyelam di atas air pun ikan bisa,  Apalagi seorang yang bisa melipat bumi , itu tidaklah hebat, Syetan musuh orang beriman itu secepat kilat juga bisa melakukannya,” nasehat sang kyai.

Ustadz muda pun mafhum dengan maksud sang kyai. Ia menunduk sadar penuh malu, telah melakukan kesalahan saat berbicara di depan umum.

“Orang hebat di zaman ini, bukanlah orang yang bisa melakukan berbagai hal-hal di luar nalar kebiasaan. Tetapi orang yang saat memiliki atau bahkan berlebihan harta, ketika harta itu raib dan hilang tanpa jejak, hatinya tak sedikit pun peduli dan bahkan berkata “Alhamdulillah” orang-orang inilah yang layak disebut orang-orang hebat karena mereka memiliki sifat zuhud” Terang sang kyai.

“Jadi anak-anak apa pelajaran yang kita ambil dari kisah ini ”

“Saya kak Zizah” Seru Khumaerah

“Iyah apa de?”

“Jadi kita harus ikhlas .. iyakan kak?” Ujarnya mantap,

“Iyah bagus sekali ade Khumaerah, ada yang mau menambahi lebih detail?” tanyaku, Akan tetapi anak-anak diam akhirnya aku yang menambahkan.

“Jadi kita harus ikhlas dengan apapun, jika apa yang kita miliki kembali lagi sama yang punya-Nya dan jangan kesal, marah, kecewa, apalagi sampai menyalahkan takdir Allah, mengerti?”

“Iyah kak mengerti”.

Waktu adalah emas kehidupan, menyia-nyiakannya bukanlah hal yang tepat, maka aku pun segera bergegas menuju ibu panti untuk meminta izin ke pasar.

“Bu, aku ke pasar dulu ya,”

“Sama siapa nak ke pasarnya?”

“Sendirian, bu”,

“Nanti susah tidak bawa belanjaannya nak,? kamu kan harus belanja banyak hari ini”

“Insya Allah bisa bu, ”

“Ajak Linda saja nak”

“Tidak usah bu, kasihan si Linda lagi istirahat” Ucapku sambil tersenyum.

“Ya sudah, hati-hati di jalan ya nak”

“Iyah bu” Jawabku sekalian pamit dengan mencium tangannya. Bagiku ibu Faridah bagaikan peri yang berhati mulia beliau rela mengasuh, mengurus, mendidik anak-anak yatim dengan kasih sayang dan perhatian yang begitu tulus di usianya yang mulai menua.

Melihat daging, cabai, bawang, tomat, rasanya ingin segera sampai panti untuk memasak, saking terburu-buru, aku menabrak seseorang di depanku,

“Maaf mas maaf..” Ucapku penuh sesal

“Zizah?”

“Rizky.. ” Seruku kaget

“Kamu apa kabar? ” tanyanya

“Oh alhamdulillah”

“Sekarang dimana?”

“Di panti asuhan, maaf ya aku buru-buru .. permisi” Ucapku, aku langsung menuju tempat parkir tanpa mempedulikan sautan Rizky.

“Za, tunggu!” Rizky terus mengejar

“Iya, kenapa?”

“Kenapa kau menghindar dariku? Apa salahku Za?” tanyanya polos,

“Udah Riz, tidak usah di bahas” Ucapku malas

“Ya Allah Za, aku sudah menunggu kamu berhari-hari di tempat biasa kita berjumpa tapi kamu tidak pernah muncul, kenapa Za?” Rizky memang tidak tahu pada waktu itu aku melihat dia sama Aisyah sedang asyik berbincang-bincang.

“Aku lagi buru-buru Riz”

“Maaf Za, sebaiknya kamu jelasin dulu, apa salahku?”

“Maaf de jangan bertengkar di sini, banyak yang mau mengambil motor jalan jadi macet” tegur tukang parkir

“Oh maaf pak,” ini kesempatan emas untuk kabur dari Rizki pikirku,

“Maaf ya Riz, aku tak bisa menjelaskan sekarang” ucapku padanya, dia hanya menatapku lembut tanpa berusaha mencegahnya kembali.

Nuzulul Qur’an telah tiba kami penghuni panti membiasakan mengadakan sima’an Al-qur’an 30 juz dengan mengundang para Hafidz Al-qur’an, acara Mauidzoh Hasanahnya berlanjut pada malam hari. Ada nasihat yang paling menyentuh hati ketika seorang dai menyampaikan kalimat” jadikanlah Al-qur’an sebagai sahabat karibmu, teman dudukmu, dan bacaan harianmu kala kau senang ataupun susah. Al-qur’an akan menjadikanmu teman yang sangat setia dari dunia sampai akhirat”.

“Ya Allah semoga kami semuanya termasuk hamba hamba-Mu yang kau pilih untuk menjadikan Al-qur’an pedoman hidup kami sampai akhir hayat kami, Amin” Do’a sang dai,

“Amin” jawab kami semua.

Keputusanku untuk membiarkan hati ini kosong sudah bulat akhirnya pas waktu aku izin ke ibu Nyai bahwa bulan Ramadhan aku ingin di panti asuhan dan beliau pun menyetujui, di kesempatan itulah aku menitipkan surat untuk Rizky bahwa hubungannya cukup sampai di sini. Bulan Ramadhan bulan ampunan, ganjaran dilipat gandakan, bulan beramal, di sini di mana tempat panti asuhan aku menemukan kedamaian jiwa yang tiada tara.

Acara demi acara telah berlalu, waktu malam telah menghantarkan kami ke tempat tidur. Anak-anak sudah sangat pulas, memang selesai acara mereka langsung membaringkan tubuh mereka di atas ranjang karena acara selesai sampai jam 24.00 WIB. Linda sebelum menyelimuti tubuhnya dia berbisik di telingaku “Far, aku mengagumi seseorang” bisiknya pelan

“Siapa ? Siapa ?” Jawabku antusias

“Hahaha” jawabnya ketawa

“Kamu bohong ya, bohong ga boleh tahu”

“Hahaha” Dia ketawanya malah tambah kenceng,

“Aku mengagumi dan sangat-sangat mencintai Ahmad Rizky” ledeknya sambil ketawa

“Lindaaaaaaaaa” teriakku kencang di telinganya, Kontak saja suara teriakkanku dan ketawa linda terdengar sampai luar kamar.

“Zizah, Linda, ayo tidur jangan bercanda terus nanti sahurnya kesiangan lagi” ucap ibu panti dari luar,

“Zizah tidak bisa tidur bu soalnya dia lagi falling in love” jawabnya sambil kembali ketawa, akhirnya ibu panti pun masuk ke kamar dan duduk di kasur

“Linda, wajar anak gadis jatuh cinta itu namanya normal”

Jawab ibu panti

“Tapi, apakah masih normal? jika pemuda tersebut sudah punya pacar tapi masih melirik yang lain” jawab Linda nyidir.

“Sudahlah Linda, kasihan Zizah nya mukanya sudah merah gitu” jawab ibu panti ikut ledek, aku hanya bisa cemberut mendengar obrolan mereka.

Keesokan harinya anak-anak sudah pada siap-siap untuk berziarah ke makam para habaib.

“Sudah pada siap belum? ” ucapku lantang

“Sudah kak zizah” jawab anak-anak serempak

“Baiklah sayang, ayo kita membaca do’a dulu sebelum bepergian”

“Iyah kak”

Perjalanan sangat menyenangkan, ditambah suara riuh anak-anak yang melihat keindahan alam di pagi hari, burung berkicau nan ria, matahari mulai terlihat senyumnya, pepohonan tampak terlihat menghijau akan kekuasan-NYA. Tanpa terasa waktu bergulir dengan cepat waktu ashar pun telah tiba, kami semua berjama’ah sholat ashar di masjid. Seusai sholat kami bersiap-siap pulang ke panti.

Pesan cerita: “Berbagilah meskipun bukan dengan harta tapi dengan ilmu karena ilmu menyinari sang pemilik-Nya”.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *