Oleh: Fahira Anggita Mulya
Namaku Qiandra. Biasa dipanggil Qia. Sekarang Aku kelas 6 SD. Aku mempunyai adik laki-laki yang bernama Abid yang baru masuk SD. Perjuangan Kami untuk bersekolah tidak lah mudah. Karena ekonomi Kami yang tidak mencukupi. Tetapi kedua orang tuaku bekerja keras demi menyekolahkan kedua anak nya hingga menjadi sarjana. Aku sangat menyayangi kedua orang tuaku. Mereka tanpa kenal lelah bekerja demi kebutuhan kedua anak nya. Ayah bekerja sebagai tukang ojek. Ibu membuka warung gado-gado di rumah. Pendapatan Ayah yang kurang untuk kehidupan sehari-hari membuat Ibu membuka warung gado-gado. Kalian tahu sendiri kan, ojek online yang sudah menyebar dimana-mana membuat peluang tukang ojek menurun. Tetapi Ayah tidak pantang menyerah. Ayah terus giat bekerja demi keluarga nya.
Aku dan adikku adalah murid berprestasi di kelas. Kami selalu mendapatkan juara 1 di kelas. Aku pun sudah di lirik oleh beberapa sekolah elit di Jakarta yang menawarkan beasiswa kepadaku. Ayah dan Ibu bersyukur memiliki anak-anak yang cerdas seperti Kami. Pada hal Kami jarang belajar di rumah. Setiap pulang sekolah Aku dan adikku berjualan kerupuk di pinggir jalan. Untuk tambahan tabungan Kami. Jika Ayah tahu kalau Kami berjualan seperti ini, Ayah pasti marah dan menghukum Kami. Hukuman Ayah tidak berat kok. Hukuman Ayah hanya menyuruh Kami menulis Bismillah 100x. Cara Kami menghindari Ayah adalah dengan cara menyamar menggunakan topi dan kacamata. Dengan begitu Ayah tidak mengenali Kami.
Rutinitas Kami setelah sholat Maghrib berjamaah adalah tadarus bersama. Ayah memang sangat menggali ilmu agama Kami. Kata nya Ayah ingin mempunyai anak-anak yang sholeh dan sholeha. Setiap hari Minggu, Ayah menyuruh Kami menyetor hapalan surah kepada nya. Jika tidak hapal, hukuman yang sudah Aku beri tahu tadi, akan berjalan. Kami tidak protes ataupun mengeluh. Karena Kami menjalankan dengan Ikhlas. Kami tahu bahwa niat Ayah sangat baik dan sangat mulia.
Selesai tadarus bersama, Aku dan adikku masuk ke dalam kamar untuk menghapalkan surah yang sudah Ayah berikan. Ayah beristirahat sebentar sebelum jam makan malam. Kalau Ibu langsung menuju ke dapur untuk mempersiapkan makan malam. Malam ini Aku tidak menghapalkan hapalan surah, tetapi Aku membantu Ibu di dapur. Adikku seperti nya kelelahan setelah berjualan tadi siang. Jadi Aku biarkan Abid beristirahat.
Di dapur
“Ibu. Bagaimana penjualan gado-gado hari ini? Apakah banyak yang membeli?” tanyaku. “Alhamdulillah Qi, Bu Ustadzah sedang ada acara di rumah adiknya di Bogor. Jadi Bu Ustadzah membeli semua gado-gado Kita,” balas Ibu. “Alhamdulillah. Allah selalu sayang kepada keluarga Kita yah bu,” balasku senang. “Iya Qi. Ibu bersyukur, walaupun kehidupan keluarga Kita sederhana seperti ini, tapi rezeki selalu ada,” “Iya bu Alhamdulillah.”
Selesai makan malam, hari ini bagian tugasku mencuci piring dan Abid merapihkan kasur sebelum tidur. Kegiatan ini terus menerus terjadi di dalam rumah Kami. Mungkin kehidupan Kalian jauh lebih enak dibanding Kami yang harus terus berusaha agar bisa bertahan hidup.
Selesai mencuci piring, Aku tak sengaja mendengar pembicaraan Ayah dan Ibu di kamar. Memang terlihat tidak sopan menguping pembicaraan orang. Tetapi hal yang membuat Aku menguping adalah Ibu berkata bahwa Ibu ingin sekali umroh. Ayah berjanji akan membawa satu keluarga berangkat umroh. Seketika air mataku jatuh. Tak tahu kenapa, ketika Ayah berkata seperti itu, hati Aku tersentuh. Sudah bersekolah dan bisa makan saja Aku sudah bersyukur, tetapi Ayah berjanji akan memberangkatkan keluarga ini umroh. Subhanallah. Mulia sekali hati Ayah. Ayah selalu mementingkan keluarganya dibandingkan diri nya sendiri.
Jam sudah menunjukkan pukul 5.30 WIB. Aku dan adikku segera berangkat sekolah. Karena jarak sekolah Kami yang tidak dikat, Kami harus menempuh waktu lebih kurang satu jam perjalanan. Kami berangkat di antar Ayah menggunakan motor nya yang sudah tua.
Satu jam berlalu. Kami telah sampai di sekolah. Kami berpamitan kepada Ayah. “Belajar yang rajin ya nak. Jangan nakal,” ucap Ayah. “Siap!” jawab Kami bersamaan. Ayah tersenyum melihat tingkah Kami. Kami segera masuk ke dalam sekolah dan Ayah pergi meninggalkan sekolah.
Jam menunjukkan pukul 10.00 WIB. Kegiatan belajar telah selesai. Hari ini pulang cepat karena besok sudah masuk bulan Ramadhan. Sekolah libur selama satu minggu di awal puasa.
Aku dan adikku bergegas menuju warung yang biasa Kami datangi untuk mengambil kerupuk untuk Kami jual di pinggir jalan. Ternyata warung nya tutup. Mungkin persiapan untuk besok puasa. Kami pun memikirkan cara lain bagaimana cara nya hari ini Kami mendapatkan uang tambahan. “Bagaimana kalau kita membantu ibu-ibu yang sedang membawa belanjaan di pasar?” ucap Abid. “Ide bagus. Tapi sudah jam 10. Apa masih ada yang berbelanja?” tanyaku. “Tidak ada salah nya kan kita coba. Kalau rezeki pasti kita dapet kak,” “Kamu benar. Yasudah, ayo kita segera ke pasar.” Aku dan Abid segera ke pasar yang tidak terlalu jauh dari sekolah Kami.
Ternyata masih ada yang berbelanja di jam segini. Kami pun segera mencari ibu-ibu yang tengah kesusahan membawa belanjaan nya. Kami menemukan seorang ibu-ibu yang sedang kesusahan membawa belanjaan nya yang lumayan banyak. Kami segera menghampiri ibu-ibu tersebut. “Bu. Sini biar Kami bantu membawakan belanjaan Ibu,” ucapku kepada ibu-ibu tersebut. “Oh terima kasih dik. Belanjaan Ibu berat, Kalian tidak bisa membawa nya,” jawab Ibu itu. “Tidak apa-apa bu. Saya kan berdua dengan adik saya. Jadi tidak akan terasa berat,” lanjutku. “Baiklah. Ini tolong bawakan belanjaan Ibu,” “Baik bu.” Aku dan Abid membawakan tas belanjaan Ibu tersebut. Sesampainya di depan pangkalan becak, Ibu itu menyuruh Kami menurunkan tas belanjaan tersebut. “Terima kasih ya anak-anak baik. Ini ada sedikit uang untuk kalian berdua,” Ibu itu memberi uang kepada Kami. “Hemm tapi bu, ini terlalu besar untuk Kami,” ucapku yang bingung untuk menerima karena uang yang diberikan Ibu itu terlalu besar nominal nya. “Tidak apa-apa dik. Kalian sudah membawakan tas belanjaan Ibu yang cukup berat. Ini upah untuk Kalian berdua,” “Kalau begitu terima kasih ya bu,” “Sama-sama.”. Kami segera masuk ke dalam pasar untuk mencari target selanjutnya.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12.00 WIB. Waktu nya Aku dan adikku untuk pulang. Kami pulang menggunakan truk. Kami kenal dengan supir truk nya. Nama nya Bang Ojak. Bang Ojak adalah teman SMP Ayah. Setiap Kami pulang sekolah, Bang Ojak sudah berada di depan sekolah. Bisa dikatakan Bang Ojak adalah supir pribadi Kami. Hihihi becanda Bang Ojak.
Sesampai di rumah, Ibu menanyakan kenapa jam segini sudah pulang. Kami menjelaskan kalau sekolah akan libur untuk menyambut bulan Ramadhan. Kami segera mengganti baju dan membantu Ibu berjualan. Hari ini warung Ibu sepi. Mungkin karena besok sudah mulai berpuasa.
Malam pun tiba. Selesai sholat Maghrib berjamaah, Aku dan adikku buru-buru ke Musholla yang tidak terlalu jauh dari rumah Kami. Biasa nya sebelum tarawih dimulai, ada penyuluhan dari Pak Ustadz. Di daerah Kami anak-anak seperti Kami baik SD, SMP, maupun SMA di gerakkan. Selama Ramadhan kegiatan anak remaja sangat banyak. Aku bergabung semenjak Aku kelas 1. Awal nya Aku tidak ingin ikut kegiatan seperti itu. Tetapi karena teman-teman nya asyik, Aku menjadi tertarik. Kegiatan nya pun sangat menarik.
Jam sudah menunjukkan pukul 03.30 WIB. Ibu membangunkan Kami untuk sahur. Aku segera bangun tetapi Abid masih nyenyak tidur. Aku bangunkan Abid untuk sahur. Abid pun terbangun tetapi mata nya masih terpejam. Aku menyuruh Abid untuk cuci muka agar tidak ngantuk. “Dik. Cuci muka yuk. Biar gak ngantuk,” ajakku. “Hemmm.” Jawab Abid setengah sadar.
Selesai sholat Subuh, Kami melanjutkan tidur. Karena hari ini libur, Kami tidak perlu bangun pagi. Kami tidur sampai jam 8. Setelah itu Kami mandi dan bermain di dalam rumah. Kalian tahu bagaimana puasa hari pertama. Sangat melelahkan dan banyak cobaan nya. Kegiatan remaja masjid/musholla baru di mulai selesai sholat Asar. Jadi, Kami memilih bermain dirumah saja.
Jam sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Aku dan adikku segera ke musholla untuk membantu menyiapkan takjil. Takjil Kami berikan kepada pengendara motor terutama yang bekerja tidak sempat berbuka dirumah nya. Tidak hanya pengendara motor, Kami memberikan kepada orang yang tidak mampu.
Hari pun terus berganti. Tak terasa puasa sudah berjalan hari ke 15. Puasaku lancar. Dari pagi sampai Maghrib. Tetapi Abid belum bisa sampai Maghrib. Dia hanya kuat sampai jam 12. Tak apa, dia masih kecil.
Ketika Aku sedang membagikan takjil kepada pengendara motor, ada seorang Bapak-Bapak menghampiriku. “Dik. Bapak boleh minta tolong,” ucap Bapak itu. “Boleh Pak. Minta tolong apa?” Aku bertanya. “Bapak senang melihat kegiatan Kalian. Kalian masih kecil tetapi punya rasa peduli terhadap orang lain. Begini dik. Tolong Adik berikan selembaran ini kepada teman-temanmu. Siapa tahu ada yang berminat untuk mengikuti lomba ini,” Bapak itu memberikan beberapa selembaran kepadaku. “Kalau begitu bapak permisi dulu ya. Assalamualaikum,” “Wa’alaikumsalam.” Bapak itu langsung pergi. Aku melihat isi selembaran yang Bapak itu kasih. Aku terkejut melihat nya. Kalian tahu isi nya apa? Isi nya adalah, “Siapa yang hapal surah Al-Waqiah minimal 50 ayat, akan mendapatkan tiket umroh. Kriteria umur : 5-13 tahun”. Aku tak percaya ini. Ini adalah berita bagus. Aku akan berusaha keras agar menang. Aku akan ajak adikku. Kebetulan Al-Waqiah adalah surah yang sedang Kami hapalkan. Tak tahu ini kebetulan atau bagaimana, ini akan menjadi kesempatan yang sangat bagus. Tetapi Kami baru hapal 30 ayat. Yang berarti 20 ayat lagi untuk mencapai target minimal persyaratan.
Setiap hari Aku dan adikku menghapalkan surah itu. Sampai suatu hari, Abid kecelakaan. Dia menjadi tabrak lari dari pengendara motor yang tidak bertanggung jawab. Abid menangis kesakitan. Segera orang-orang bawa Abid ke rumah sakit. Ayah dan Ibu datang ke rumah sakit dengan rasa kecemasan tinggi.
Dokter bilang, kalau tulang Abid patah. Bisa disembuhkan, tetapi butuh biaya yang tidak sedikit. Kami butuh waktu dan biaya untuk menyembuhkan Abid. Sementara Abid menggunakan tongkat untuk berjalan.
Sesampai di rumah, Ayah melarang Kami untuk tidak ikut membagikan takjil lagi. Untuk sementara waktu ini. Kami paham bagaimana perasaan Ayah. Kami pun tidak ikut membagikan takjil lagi.
Keesokan hari nya
Hari ini adalah lomba menghapal surah Al-Waqiah itu. Kami sudah siap untuk bersaing. Kebetulan Ayah dan Ibu sedang tidak ada dirumah. Kami buru-buru pergi ke tempat acara. Jika Kami meminta izin, pasti tidak diberikan izin. Karena Abid baru saja kecelakaan. Maka dari itu, Kami memilih kabur.
Lomba berjalan selama 1 jam 30 menit. Pengumuman akan segera di umumkan. Aku dan adikku terus berdoa. Tak lama, juri menyebutkan nama Aku dan Abid. Aku tak percaya bahwa Kami akan menang. Aku dan Abid sujud syukur.
Kami buru-buru pulang. Sesampainya dirumah, Ayah dan Ibu marah karena Kami keluar tidak minta izin. Aku menjelaskan kepada Ayah dan Ibu. Ayah dan Ibu tidak menyangka, ternyata kedua anaknya berjuang demi mendapatkan tiket umroh untuk kedua orang tua nya. Ayah dan Ibu memeluk Kami dan menangis terharu. Kalian tahu kapan Ayah dan Ibu akan berangkat? Ayah dan Ibu akan lebaran di sana. “Ini adalah hadiah terindah yang Kami dapatkan. Terima kasih anak-anakku.”