Oleh: Sarah Fadilah Hutabarat
Satu kepercayaan itulah arti namaku. Sarah itulah nama panggilanku saat ini. Aku adalah anak kelahiran tahun 2003 dan sekarang aku masih berstatus siswi di boarding school ini untuk 3 tahun kedepan.
Mataku menilik kesana kemari, kulihat banyak teman sejawatku sedang menangis saat ini. Aku bersekolah yang bukan hanya mengandalkan knowledge tapi juga akhak dan etika kami dibina disini. Aku menghembuskan nafas pelan, 1 minggu lagi ramadhan-Mu kan tiba. Selain jadwal yang padat selama kami, anak-anak terpilih dari satu Sumatera utara bersekolah di boarding school ini, ada satu lagi tantangan baru untuk kami. Puasa pertama tanpa keluarga
Lantunan takbir dikumandangkan menambah air mata di pipi sahabat seperjuanganku disini. Tapi entah kenapa sampai di umurku yamg ke 15 tahun ini, aku belum mendapatkan apa arti ramadhanku selama ini.
10.00 WIB, bel pertama masuk asrama di bunyikan, sontak saja kami semua kembali ke asrama untuk melaksanakan doa malam dan tidur, tapi walaupun disuruh tidur karena berbeda tempat tinggal, waktu luang yang ada sering kami manfaatkan utuk bercerita pengalaman satu sama lain
“Ukhti, ramadhan kita kali ini berbeda yah biasanya kan kita sekarang melihat dah banyak tuh iklan bermunculan di TV” Rahmah, memulai cerita sebelum tidur malam ini, hanya memiliki kesempatan menonton TV satu kali setahun menyebabkan pembicaraan TV sangat menarik dimata kami
“Wee, iyanyakan kalo kita di rumah udah muncul itu dah marjun the series” Masitoh menambahkan cerita malam itu dengan semangat. Tak selang berapa menit tema cerita telah diganti dengan topik ramadhan.
“Tapi kan wei tau nggak kita pulang 4 hari sebelun hari raya loh” di sudut ruangan Tania mengingatkan jadwal pulang kami. Seketika itu kami mlemas seketika. Entah mengapa atmosfer ruangan menjadi tak menyenangkan dan saat itu juga kami menuntuskan untuk tidur
Fajar terbit di ufuk timur, tapi sebe;um shubuh, asrama sudah terlihat seperti pajak Brayan di dekat lingkungan sekolah kami. Kegiatan di mulai, dari menyuci pakaian, piket, sholat subuh, makan pagi, reading time dan setumpuk kegiatan lainnya.
Seperti biasanya kami diutamakan etika disini mulai dari salam, sopan, santun, siap, dan siaga disini itulah budaya kami disini. Aku masuk kelas dengan raut eksperesi biasa saja. Hari ini pelajaran pertama adalah pelajaran kimia. Pelajaran yang sangat aku kuasai di sekolah ini. Sensei, begitu kami menyebut guru kami yang satu ini, tak pernah kehabisan ide untuk membuat kami terus semangat belajar di setiap kondisi
“Anak- anak sensei yang sensei banggakan, walaupun kalian juga bersal dari keluarga miskin, ingatlah selalu untuk berbagi kepada orang lain, karena Allah menganjurkan kita untuk berbagi di waktu lapang dan juga di waktu sempit” saat itu, Sensei kami menghubungkan konteks berbagi dengan ikatan kovalen polar dan kovalen non polar
Saat sedang asyiknya belajar, bel pun menghentikan aktivitas belajar kami hari itu sebelum pergi sensei menyampaikan satu berita
“Nak bulan ramadhan ini ada acara dari OSIS yaitu mereka mau membantu saudara saudara kita yang ada di kampong nelayan karena asal kalian tau saja nak, kondisi sekolah disana lebih parah dari pada kita jadi mohonlah nak, hatinya masing-masing dapat tergerak ya nak” kata kata sensei di siang itu menutup perjumpaan kami kali itu
“Sesuai informasi yang saya dapat tadi, besok setelah pulang sekolah, kumpulkan barang barang yang kita punya dan setiap kelas nanti akan mewakili untuk ikut melaksanakan kegiatan bakti social ke kampong nelayan” Fahmi menginformasikan apa yang ia dapat dari wali kelas kami
Sesuai instruksi, esoknya kami mengumpulkan apa yang kami punya, mulai dari buku, pulpen, buku pelajaran hingga uang kami kumpulkan dengan sukarela semampu yang kami bisa
Pada sabtu yang cerah setiap ketua dan sekretaris dari setiap kelas menghadiri bakti sosial hari itu. Ada 12 kelas di sekolah kami, jadi secara otomatis ada 24 kandidat yang akan mengikuti kegiatan tersebut. Aku dan Fahmi I utus dari perwakilan kelas kami. Kami berangkat dengan menggunakan bus sekolah menuju kampong nelayan
Kami sampai di kampong nelayan pada 11:00 WIB. Semilir angin menghembus pelan jilbab gold ku. Di seberang sana anak-anak kecil berlarian memanggil kami, menyoraki kami dengan suka ria dan aku terpana akan semangat mereka.
Kami berduapuluh empat orang mengunjungi sekolah-sekolah mereka. Sekolah mereka jauh dari kata layak. Hanya terdapat 12 kursi dan 12 meja sedangkan muridnya ada 40 orang. Acara kami pertama menyosialisasikan pentingnya pendidikan, games, dan yang terakhir menyumbangkan apa yang kami punya.
“Kak, kakak sekolah dimana apa sekolah kakak bagus?” seorang anak kecil berseragam merah putih yang dikeluarkan dan memakai sandal jepit menghampiriku. Aku berlutut di hadapannya “Dulun kakak juga sama sepertimu berasal dari keluarga kurang berada. Tapi kakak diberikan satu malaikat untuk membantu kakak menggapai mimpi” jawabku sambil menatap anak itu
“Jadi kak kapan malaikatku datang” anak itu bertanya lagi
“Saat malaikat itu pikir kamu sudah siap. Jadi belajarlah dengan tekun walaupun dengan keterbatasan” aku tersenyum ke anak itu. Merapikan bajunya dan mengusap kepalanya. Anak itu balas tersenyum kepadaku dan berlari menemui teman-temannya ikut antrian untuk mendapatkan jatah barang yang kami bagikan.
Rasanya tak terasa matahari sudah tenggelam di ufuk barat. Bercengkrama dengan anak-anak disini membuatku terus bersyukur akan hidup yang kujalani. Nyatanya masalah yang kualami jauh lebih mudah daripada yang dilalui anak-anak disini. Selepas sholat maghrib disana kami pulang, dengan kelelahan namun juga rasa lega dihati. Entah kenapa kami tak mengerti.
Kami tiba di rumah setelah isya. Kami pun berkemas ke asrama, membereskan barang-barang pribadi dan akhirnya tertidur karena kelelahan.
Esoknya. Setiap hari minggu kami selalu mengadakan ceramah singkat dengan abi dan umi asrama kami. Hari itu ceramah diadakan jam 09:00 WIB bertepatan di aula asrama kami. Ceramah hari ini sangat khusus karena besok harinya adalah puasa pertama ramadhan, terkhusus lagi bagi kelas X seperti kami.
“Anak-anak abi sekalian. Abi ingatkan kalian adalah siswa pilihan yang dipilih dari ribuan siswa yang hendak masuk kesini. Sangat banyak yang ingin mau masuk kesekolah ini. Jadi abi harap kalian jangan pernah mengeluh atas masalah yang telah kalian alami disini. Abi tau anak-anak abi sekalian berasal dari keluarga yang jauh, terpisah dari orang tua. Puasa pertama ini memang kalian semua tak berada di samping keluarga kalian. Tapi abi ingin ingatkan sebuah petuah kecil yaitu sebuah hubungan akan terlihat sangat berharga ketika adanya perpisahan dan kita lalui dengan ujian. Wabillahitaufikwalhidayah Assalamualikum warahmatullahi wabarakatuh” Abi menutup kultum pagi itu dengan khidmat
“Walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh” kami menjawab salam abi dengan khidmat juga.
Acara kami ditutup dengan saling bersalam-salaman satu sama lain. Menyucikan diri dengan sesama makhluk ALLAH SWT. Berharap dengan awal yang lebih baik. Menyadari diri ini memiliki beribu dosa yang tak terbilang batasnya.
Jam 4 pagi kami sudah bangun untuk sholat tahajjud, sahur, membaca Qur’an dan dilanjut sholat subuh. Aku teringat dan ramadhanku di rumah. Banyak hal berbeda terjadi disini. Biasanya aku malas-malasan untuk bangun sahur, disini kami didisiplinkan tegas bangun beramai-ramai. Semuanya untuk masa depan kami disini.
“Sarah, kangen yah diteriakin mama di rumah” Widia dan aku berjalan menuju sekolah. Ujian akhir semester kami dilaksanakan pada saat bulan puasa. Tentunya bukan hanya menguras tenaga tapi juga otak kami terkuras habis. Walaupun bulan ramadhan bukan berarti kami hanya puasa, sholat, ujian dan hal standard lainnya. Kami juga banyak melakukan baksos, khutbatul arsy dan masih banyak lainnya. Tarawih yang dulu dianggap membosankanpun sekarang di tunggu-tunggu. Ramadhan kami tahun ini sangat berbeda. Semua ada kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Kami juga dituntut mendapatkan nilai yang memuaskan di ujuan akhir ini makin menambah ketegangan kami. Apalagi sangat banyak ancaman, apabila kami tak mampu bertahan di sini kami akan dikelurkan dan diputus beasiswa. Tapi ketika kami menjalankannya dengan ikhlas kami pun mendapat balasannya. Karena hasil tak pernah menghianati proses
1 hari
2 hari
3 hari
5 hari
10 hari
20 hari
Dan yang paling dinantikan H-5 yaitu disaat kami menerima laporan hasil belajar atau yang dinamakan raport.
“Pagi ini merupaka hari terakhir tahun ajaran 2017/2018 dan bapak umumkan pada tahun ajaran kalian semua dinyatakan naik ke kelas selanjutnya”
Kepala sekolah memberikan pidato terakhir sebelum kami perpulangan. Sangat lega mendengarnya. Sore itu kami semua kembali ke kampong halaman masing-masing. Satu ketakutan kami telah terusir tapi kami yakin akan banyak ujian ujian lain yang menghadaoi kami didepan sana.
Aku pulang ke Tapanuli tengah. Perjalanan 12 jam ku lalui dengan letih. Sebelumnya aku tak memberitahu akan pulang hari ini. Aku mengetuk pintu perlahan
“Iya sebentar” suara ibu terdengar ke luar
“Ibu aku pulang” ibu menyambutku dengan pelukan hangatnya
Tahun ini di ramadhan pertamaku aku memang tak bersamanya. Ibuku, keluargaku tapi pelajaran baru kudapat lagi di luar sana. Hidup adalah ujian yang indah
Tamat