Indahnya Berbagi

Oleh: Nur Hanifah

Kudengar ayam jago berbunyi kukkuruyuk… Seketika itu juga aku terbangun lalu ku ambil air wudhu untuk melaksanakan sholat tahajut. Setelah itu ku masak beberapa menu makanan untuk makan saur. Satu persatu mereka ku bangunkan, lalu kita makan saur bersama.

“Alhamdulillah hari ini kita masih diberi kesempatan untuk ikut berpuasa. Bagaimana pun juga keadaannya kita harus tetap bersyukur, termasuk salah satunya adalah di pagi ini kita masih diberi kesempatan untuk berpuasa dan menghirup udara segar dengan leluasa. Lihatlah di luar sana banyak orang yang bahkan untuk bernafas pun harus dibantu dengan alat untuk mentransfer oksigen.” Kataku membuka pembicaraan sembari menyiapkan hidangan makanan.

“Iya ya kak, alhamdulillah kita juga masih bisa makan, di luar sana masih banyak kita jumpai orang yang bahkan untuk makan pun harus berjuang keras demi sesuap nasi.” Kata adekku mengomentari pernyataanku.

Setelah saur dengan segera ku bergegas mengambil air wudhu lalu menjalankan sholat subuh berjamaah. Syukur alhamdulillah pagi ini langit sangat cerah dan masih terlihat bulan dengan sinarnya beserta bintang – bintang berkelap kelip di angkasa. Setelah itu, aku jogging sebentar sebelum akhirnya aku mandi dan bersiap berangkat ke kantor.

Ya aku adalah Tita, seorang penulis sekaligus editor di salah satu penerbit. Aku tinggal disini bersama keluargaku. Alhamdulillah letak rumahku dengan kantor tidak terlalu jauh jadi bisa jalan kaki sekaligus untuk olahraga. Sungguh sangat senang pagi ini aku bisa memasak untuk makan saur dan berjogging.

Hari ini adalah hari spesial bagiku, mengapa? Karena hari ini adalah hari dimana seluruh karyawan diundang dalam acara resepsi pernikahan keponakan Bapak direktur yang kebetulan juga bekerja disini sebagai wakil direktur utama. Selama dua hari ini karyawan diliburkan untuk menghadiri acara syukuran dan resepsi.

Acara dimulai pada pukul 17.00 wib, dilanjutkan buka bersama dan gathering. Resepsi pernikahan dilangsungkan pada malam berikutnya di sebuah gedung yang letaknya tak jauh dari kantor. Alhamdulillah aku turut senang bisa menghadiri acara ini. Tidak sengaja ku menabrak seseorang hingga minuman yang dibawanya tumpah dan membasahi bajunya.

“Mohon maaf saya tidak sengaja, apa boleh saya minta nomor anda agar saya bisa mengganti baju untuk bapak?”

“Ya ampun mbak, ini nggak basah semua kok cuma sebagian bentar lagi juga kering. Santai aja mbak, sudah saya maafkan.” Latanya sembari tersenyum manis.

“Terima kasih, pak. Saya permisi dulu. Sekali lagi saya minta maaf.” Kataku sembari melangkah menuju tempat pelaminan.

“Tunggu mbak….” katanya dengan lantang hingga aku dan dia menjadi pusat perhatian banyak orang.

“Maaf ada apa ya?” Tanyaku bingung.

“Kalau boleh tau siapa nama mbak? Apakah saya boleh minta nomor hp mbak?”

Awalnya aku ragu untuk meberikan kepadanya tapi setelah ku pikir – pikir akhirnya kuberikan nomorku.

“Saya Tita, salam kenal. Ini nomor saya. Tapi maaf untuk apa ya anda meminta nomor saya?” Kataku penasaran.

“Saya Lana, salam kenal juga. Ini kartu nama saya. Apakah saya boleh berteman dengan mbak?”

“Oh tentu saja boleh, saya malah senang bisa punya teman banyak, kan bisa menyambung silaturahmi.”

“Terima kasih, mbak. Kalau begitu silahkan dilanjutkan aktivitasnya. Saya pamit dulu. Assalamu’alaikum.” Katanya sembari melangkah jauh menuju tempat parkir mobil.

“Sama – sama Pak Lana.”

Semua berawal dari tabrakan yang membuat baju pak lana basah terkena tumpahan air minum yang dibawanya. Benih – benih cinta itu mulai hadir mewarnai kehidupanku, bak magnet yang menarik debu dan pasir. Sejak pertemuan itu Pak lana sering menghubungiku dan bahkan terkadang ia juga menelponku walau hanya untuk sekedar menyapa maupun menanyakan kabar. Diam – diam ia juga mulai jatuh cinta kepadaku. Ia adalah sosok orang yang penyabar, penyayang dan berhati mulia. Sungguh beruntungnya diriku bisa mengenalnya. Subhanallah sungguh indah ciptaanmu ya Allah.

“Assalamu’alaikum, bagaimana kabarnya dek?.” Katanya membuka percakapan lewat WA.

“Wa’alaikumsalam, pak.” Jawabku singkat.

“Manggilnya jangan pak ya dek, seolah – olah aku ini sudah tua, hehe…”

“Lalu saya harus manggil bapak dengan sebutan apa? Bapak kan juga atasan saya?”

“Lho kok tau kalau aku atasanmu dek? Oh kamu bisa manggil aku dengan kata mas, sayang, love atau yang lainnya.”

“Ya taulah Bapak Lana Priyana yang terhormat, yang menjadi idola para kaum hawa di kantor. Huft!

“Baiklah kalau di kantor adek boleh panggil aku Bapak Lana, tapi kalau di luar kantor panggil saja Mas Lana, oke? Katanya sedikit memaksa.

“Baiklah Bapak Lana yang terhormat.” Aku lebih memilih mengalah dari pada nantinya berdebat hanya untuk hal sepele yaitu mempermasalahkan panggilan nama.

“Tuh kan, baru aja dibilangin udah nggak nurut lagi. Huft! Ayo mana janjinya ?”

“Ups, iya Mas Lanaaaa….”

“Nah gitu kan lebih enak didengar dibandingkan adek menyapa dengan kata bapak. Adek boleh memanggil Bapak besok kalau kita udah punya momongan, hahaha….”

“Maksudnya apa ya, Mas? Aku bingung.”

“Masak nggak paham sih dek? Maksudnya adalah Mas ingin adek menjadi pendamping hidup yang selalu setia menemani mas. Maukah adek menjadi pasangan hidup mas dan menjadi ibu dari anak – anak kita nanti?”

“Deg… deg… deg…” Luar biasa jantungku seketika berdetak sangat kencang membaca balasan dari mas. Secara tidak langsung ia memberi kode akan melamarku. Secepat inikah? Tanyaku dalam hati. Aku bingung harus menjawab apa, sudah hampir 30 menit aku belum menjawabnya. Lalu saat itu juga mas menelponku. Aku  kaget dan semakin bingung saat ia menelponku. Betapa tidak, tiba – tiba ia melamarku padahal kita belum kenal lama. Akhirnya ku putuskan untuk membiarkan telepon itu berdering. Aku belum siap untuk menjawabnya.

Keesokan harinya Mas Lana menjemputku di rumahAku kaget tiba – tiba ada orang memencet bel disaat aku sarapan. Hampir saja segelas berisi susu yang ku pegang jatuh. Ku buka pintu rumahku dan aku semakin kaget dan diam membisu ķetika melihat Mas berdiri dengan setelan jasnya yang rapi dan membawa sebuket bunga untukku.

“Hai dek, nggak disuruh masuk nih? Ada pangeran hanteng kok dicuekin sih…” Katanya membuatku tersadar dari lamunanku, lalu ia memberikan sebuket bunga untukku.

“Ah iya mas ayok masuk dulu, maaf aku kaget mas.”

“Mas sudah sarapan belum? Ini adek baru sarapan nih, yuk sekalian temenin adek makan ya?” Kataku menawarkan mas untuk sarapan bersama.

“Wah kebetulan nih mas belum sarapan tadi buru – buru takut adek sudah berangkat, hehe…”

“Ini mas sudah adek ambilkan, yuk makan dulu ntar telat lho berangkat ke kantornya.”

“Iya adek, terima kasih. Wah ternyata calon istriku ini jago masak ya? Luar biasa, ih mas semakin sayang deh sama adek.”

“Uhuk, uhuk… ” Aku tersedak mendengar mas mengucapkan calon istri. Aku sangat kaget saat itu.

“Nih diminum dulu dek biar nggak tersedak.”

“Makasih, Mas.”

“Oh iya tentang semalam itu aku….” belum sempat ku melanjutkan kata – kataku mas menyelanya.

“Iya dek, mas tau adek belum siap kan, mas tidak memaksa dan mas akan setia menunggu sampai adek siap. Ih senyum manisnya mana ini hmmm…?”

“Makasih mas atas pengertiannya.”

Tepat pada hari ke 25 puasa ramadhan tiba, aku mengadakan syukuran di hari ulang tahunku. Aku ingin berbagi dengan mereka di panti asuhan. Aku sangat senang bisa berbagi dengan mereka. Mas yang tau ideku langsung menawarkan bantuan, bahkan mas juga membelikan beberapa paket alat tulis menulis sejumlah pelajar yang ada disana. Mas sangat senang, katanya kalau sama aku seberat apa pun itu meski melelahkan akan terasa lebih ringan dan bahkan tak terasa capeknya. Ah dasar gombal.

Acara dimulai dengan sambutan dari tuan rumah, selanjutnya salah satu dari mereka membacakan salah satu ayat – ayat suci Al Qur’an. Subhananllah sungguh merdu suaranya, betapa indahnya. Saking trenyuhnya tiba – tiba butiran air mata menetes di pipiku. Dengan segera mas menghapus air mataku lalu bertanya kepadaku.

“Kenapa kok kamu nangis, dek?”

“Tita nangis karena saking merdunya suaranya, adek jadi trenyuh dan keingat sama adek Tita.”

“Lha adek Tita dimana sekarang?”

“Sebenarnya itu bukan adek kandung saya tapi dia adalah seseorang yang sudah kuanggap adek. Dulu ia juga tinggal di panti ini. Mereka berdua selalu belajar ngaji bersama,  apalagi di blan puasa sepertiini merekaberdua saling bergantian membacakan ayat – ayat  Al Qur’an sebelum adzan dimulai. Sayangnya sekarang dia sudah meninggal karena terkena penyakit autoimun.

Beberapa sambutan telah selesai dan kini saatnya berbagi snack dan makanan untuk berbuka. Alhamdulillah setelah semua dibagikan terdengar suara adzan berkumandang. Salah satu diantara mereka   memimpin untuk berdoa, lalu kita makan bersama. Setelah itu kita melakukan sholat maghrib berjamaah dan setelahnya akan dibagikan bingkisan kepada seluruh penghuni panti ini. Tak lupa kita kita berfoto bersama sebagai kenang – kenangan. Alhamdulillah acara ini berjalan dengan lancar dan Mas Lana pun turut berpartisipasi dan membantu pada acara ini. Setelah acara pembagian bingkisan selesai aku dan mas berpamitan untuk pulang karena hari sudah semakin malam.

“Maaf Bapak, Ibu dan adek – adek semua kita pamit pulang dulu, terima kasih atas semuanya. Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumsalam, alhamdulillah terima kasih banyak mas dan mbak telah membantu disini. Semoga menjadi amal jariah bagi mas dan mbak. Hati – hati di jalan ya.”

“Sama – sama, sampai jumpa lagi di lain kesempatan. Kalau ada apa – apa jangan sungkan untuk menghubungi saya ya Bu, ini saya tinggalkan kartu nama saya. Silahkan hubungi di nomor tersebut.”

“Baik, Mbak. Sekali lagi saya mewakili pihak panti mengucapkan banyak terima kasih.”

“Mari adek –  adek semua, sukses selalu ya.

“Terima kasih kakak….”

Sesuai dengan janjinya, dua bulan kemudian Mas dan keluarganya datang melamarku. Rencananya seminggu setelah acara lamaran selesai akan dilangsungkan akad nikah dan resepsi di sebuah gedung di kota ini. Alhamdulillah kini aku sudah sah menjadi istrinya. Semoga aku dan mas bisa membangun keluarga yang sakinah, mawadah warahmah serta dikarunia momongan yang sholih dan sholihah, aamiin, kataku dalam hati. Aku sangat bahagia, dan kebahagiaanku ini semakin besar ketika melihat anak – anak panti turut serta menjadi saksi pernikahan ini. Terima kasih semuanya, berbagi itu memang indah ya. Saking senangnya ku peluk Mas Lana untuk menyalurkan kebahagiaan ini.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *