Oleh: Robbiyatul Jannah
Siang itu sang Surya menampakkan keramahannya menghangatkan tubuh lelaki tua kurus yang terus bersemangat menyusuri jalan trotoar sambil menawarkan dagangan yang masih penuh di keranjang yang dipikulnya kepada sekumpulan anak muda yang kebetulan nongkrong di warung kopi. Walau tidak ada satupun anak muda yang membeli barang dagangannya, namun Ia tidak putus asa, terus berjalan melewati pertokoan. Penat yang hinggap pun sirna manakala Ia mendengarkan suara adzan yang menggema menyejukkan kalbu. “Kek …….” Tiba-tiba terdengar suara memanggil, lelaki tua itupun mencari sumber suara itu. Tiba-tiba datanglah seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun datang menghampiri dengan senyum khasnya, membuat pak Rahmad terlihat bahagia melihatnya. “Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh”…sapa Dani sambil mengulurkan tangan mencium tangan pak Rahmad. Bagi Dani pak Rahmad sudah seperti kakeknya sendiri. Pak Rahmad pun menepuk punggung Dani sambil berucap “Waalaikum salam warohmatullahi wabarokatuh”. Sungguh sebuah pemandangan yang manis bagi orang lalu lalang yang melihat mereka begitu akrab dan hangat. Sungguh sebuah pemandangan yang langka di era digital sekarang ini. “Kek…hari ini kakek bawa apa” celoteh Dani yang sedari tadi menunggu di pos kamling dekat masjid, hari itu sekolah tempat Dani menimba ilmu sedang memberi libur pada siswa-siswanya untuk menyambut bulan Ramadhan. “Sabar….ayo kita solat dulu” Ucap Pak Rahmad seraya menggandeng tangan Dani mengajak masuk masjid. “o iya…ayo kek” ujar Dani sambil bergegas melangkah memasuki halaman masjid.
Selesai menunaikan sholat Dhuhur, merekapun bersenda gurau di halaman masjid. Layaknya seorang kakek yang lama tidak bertemu cucunya. Begitulah keakraban mereka. “Dani…”.tiba-tiba kakek itu tidak sanggup meneruskan ucapannya, sambil menahan airmata Pak Rahmad memeluk Dani. Dani pun bingung dengan keadaan yang tiba-tiba berubah menjadi melankolis. Lama sekali Pak Rahmad memeluk Dani seolah-olah tidak akan bertemu lagi. Dani pun membiarkan kakek itu memeluknya erat walaupun dalam hatinya bingung penuh dengan tanda tanya. Akhirnya Dani memecah keheningan diantara mereka “Kek….? ada apa?”..setelah mendengar suara Dani barulah kakek itu tersadar dan pelan-pelan melepaskan pelukannya. “Dani….kakek minta maaf ya kalau selama ini ada ucapan kakek yang membuat Dani marah” Ujar Pak Rahmad sambil menyeka airmata yang mulai menetes di pipi. “Enggak kek….gak ada ucapan kakek yang salah kok, malah Dani senang bisa ngobrol sama kakek” kata Dani sambil bergelayut manja membuat pak Rahmad semakin berat meninggalkan Dani. “Ada apaan sih kek” kata Dani, rupanya rasa penasaran yang hinggap di hatinya belum sirna. “Dan…..kakek mau pamit pulang ke desa…” tutur kakek terbata bata. Belum kelar kakek menyelesaikan ucapannya, Dani langsung memotong “Jangan kek…kenapa harus pulang kek, kakek sudah tidak sayang sama Dani ya..” Ucap Dani memelas, “Bukan…bukan begitu Dani, besok sudah memasuki bulan penuh berkah dan ampunan, kakek ingin menjalani puasa bulan Ramadhan bersama keluarga kakek di desa yang lama kakek tinggalkan” tutur pak Rahmad. Dani hanya terdiam mendengar penjelasan pak Rahmad. Suasanapun menjadi hening, dalam hati Dani berkecamuk gejolak antara rela berpisah dengan pak Rahmad dan keinginan untuk menahan pak Rahmad agar tidak pulang ke desa. Maklum sudah dua tahun mereka sering menghabiskan waktu bersama di dalam segala suasana. Dani merupakan anak tunggal dari sebuah keluarga yang berkecukupan secara materi. Ayah dan Bunda Dani adalah orang tua yang jarang ada di rumah karena kesibukan pekerjaan masing-masing. Jadi wajar kalau Dani merasa berat melepas kepergian Pak Rahmad. Dengan pak Rahmad lah Dani bisa berbagi banyak hal seperti apa yang terjadi di sekolah sampai belajar ngaji dan sholat. Ikatan batin diantara mereka sangat kuat. Sedangkan pak Rahmad tinggal di sebuah gudang kecil di belakang tempat pengolahan sampah yang terletak tidak jauh dari area masjid. Karena untuk menyewa sebuah kamar di kos-kosan pak Rahmad tidak memiliki cukup uang. Dari hasil berdagang hanya cukup untuk makan dan sebagian ditabung untuk mengirim keluarga di desa. Dengan Dani lah pak Rahmad bisa berbagi cerita suka duka kehidupan dan ilmu sehingga sedikit demi sedikit mampu melupakan beratnya beban hidup dan kerasnya roda yang menggilas perlahan kehidupan pak Rahmad. “kek…” tiba-tiba Dani memecahkan keheningan “kalau kakek pulang ke desa, nanti Dani bercerita sama siapa kek..?, Pak Rahmad menatap Dani dalam-dalam seraya berkata “Dani… kan ada Allah, Allah selalu bersama kita, ingat ucapan yang pernah kakek sampaikan” tutur pak Rahmad dengan lembut sambil mengajak Dani duduk. “Allah tidak akan meninggalkan hambanya yang selalu ingat padaNya, jadi jangan pernah lupakan Allah, kerjakan semua perintahNya dan jauhi semua laranganNya seperti yang pernah kakek sampaikan” lanjut pak Rahmad. “Kalau Dani kangen sama kakek gimana kek…” tanya Dani. “O…itu soal mudah, kalau Dani kangen sama kakek, berbuat baiklah kepada sesama, jika Dani berbuat baik kepada sesama seperti menolong teman yang kesusahan, bersedekah pada anak yatim piatu dan banyak hal lainnya yang bisa dilakukan, itu sama halnya Dani berbuat baik pada kakek apalagi di bulan Ramadhan yang penuh dengan berkah dan ampunan Allah ini pahalanya akan dilipatgandakan oleh Allah dan akan dimudahkan niat baik kita” terang pak Rahmad. “Apa kakek nanti akan kembali lagi ke sini kek..” Tanya Dani masih dengan nada penasaran. “Insya Allah kalau Allah mengijinkan dan meridhoi perjumpaan ini, kita akan bertemu kembali, semoga dalam keadaan yang lebih baik” jelas pak Rahmad.
Akhirnya merekapun berpisah walau dengan hati sedih. pak Rahmad pun mendoakan Dani agar menjadi anak yang sholeh, tak lupa pak Rahmad pun memberi Dani sebuah tasbih agar Dani selalu ingat pada Allah SWT. Karena hanya itu yang saat ini dimiliki pak Rahmad. Waktu pun berlalu tibalah bulan Ramadhan yang disambut antusias dan gembira oleh semua umat muslim. Kecuali Dani, Ia masih sedih karena berpisah dengan pak Rahmad. Senja itu, hujan turun rintik-rintik membasahi bumi, bau khas tanah yang terbasahi oleh air hujan membuat pak Santo ayah Dani keluar dan duduk di teras rumah. Pak Santo melihat anak semata wayangnya lagi termenung menatap langit, pak Santo pun menghampirinya seraya berkata “Suasana sejuk ya..kalau hujan lagi turun begini” ucap pak Santo mencoba memecah lamunan Dani. Dani pun setengah kaget melihat kedatangan sang ayah di sampingnya. “Eh…ayah…” kata Dani “iya nich yah.. sejuk banget” lanjut Dani sambil tersenyum berusaha agar wajahnya tidak terlihat sedih. Namum naluri seorang ayah bisa merasakan kesedihan yang sedang dialami sang anak. “Ehmm…tapi anak ayah gak seperti biasa nich…” ujar pak Santo, “Biasa aja kok yah” timpal Dani. “Yakin biasa aja..” “ada apa nak, cerita donk sama ayah, siapa tau nanti ayah bisa bantu” ucap pak Santo, tapi Dani tetap diam. “Nanti cepet tua lho kalau dipikir sendiri” gurau pak Santo memancing agar Dani mau bercerita sambil menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Dani. Kebetulan hari itu pak Santo pulang kerja lebih cepat karena hari pertama puasa Ramadhan, jadi punya waktu luang walau sekedar tegur sapa dengan Dani. “E…” nada Dani Ragu ingin bercerita kepada ayahnya apa yang dialaminya. Pak Santo dengan sabar menunggu Dani melanjutkan ceritanya sambil menatap wajah Dani. Belum sempat Dani melanjutkan ceritanya terdengarlah suara adzan Maghrib bergema, tanda waktu masuk untuk berbuka puasa. Akhirnya Dani mengurungkan niatnya untuk bercerita pada ayahnya, apalagi pak Santo mengajak Dani untuk segera berbuka puasa.
Selepas sholat tarawih, malam itu Dani terlihat gelisah, pandangannya nanar menatap jauh pikirannya berkelana mencari sosok yang selama ini menemaninya dengan sabar. Karena terlalu asyik dengan lamunannya, Dani tidak menyadari sang ibunda duduk di sampingnya. “Ehm…” dehem bunda Ana membuyarkan lamunannya Dani, sontak Dani kaget. Melihat anaknya kaget bunda Ana tersenyum lembut sambil berkata “apa yang kamu lamunkan nak….”. “Eh bunda…ngagetin aja sich..” sahut Dani “ini lho bun…lagi membayangkan sedang apa ya? Pak Rahmad sekarang…” celoteh Dani. “Pak Rahmad…?” sambil berpikir bunda Dani bertanya lagi “siapa pak Rahmad nak…?”. “e..anu bunda…” tampak Dani gugup menjawabnya khawatir bundanya marah karena selama ini jalinan silaturrahim antara Dani dan pak Rahmad tidak diketahui oleh ayah bundanya. “siapa nak..? ayo cerita bunda gak marah kok”..ujar bunda Ana menyakinkan Dani. “Bunda…maafin Dani ya…selama ini Dani tidak pernah cerita sama bunda kalau Dani sering bertemu dengan pak Rahmad dan ngobrol bareng” rajuk Dani “pak Rahmad itu bun…seorang lelaki tua yang sudah usia lanjut, tapi Dani suka bun…karena pak Rahmad banyak mengajari Dani ilmu agama” jelas Dani. “Oh ya?!..bagus dong sayang” timpal bunda Ana sambil mengusap kepala Dani “terus kenapa Dani sekarang sedih?..” Tanya bunda Ana. “Pak Rahmad sekarang sudah gak ada bun…sudah pulang ke desa, dan aku tidak tahu desanya dimana bun…” jelas Dani dengan nada sedih. “Ooo..itu masalahnya, kenapa anak bunda yang ganteng ini sedih…” ujar bunda Ana sambil tersenyum. “Terus Dani maunya apa” Tanya bunda Ana. “Yach..itu dia bunda, masalahnya sekarang Dani kangen ingin ketemu sama pak Rahmad, tapi Dani gak tau harus berbuat apa” tutur Dani dengan wajah memelas. “Aduh anak bunda kok jadi galau begini ya..? kata bunda Ana sambil tetap tersenyum berusaha memberi ketenangan pada Dani. “Gimana kalau kita pergi ke tempat gubuk tempat tinggal pak Rahmad yuk..!!” ajak bunda Ana sambil memegang tangan Dani. “Mau ngapain bunda, kita kesana? Kan pak Rahmad gak ada” ucap Dani dengan wajah yang murung. “Sudah ikut bunda yuk, nanti kamu akan tau kalau sudah sampai disana” jawab bunda Ana berusaha menyakinkan anak semata wayangnya. Dani dengan terpaksa mengikuti ajakan bundanya, sebelum mereka pergi ke gubuk tempat tinggal pak Rahmad, mereka pamit kepada pak Santo yang kebetulan malam itu hendak pergi ke Masjid untuk tadarus alqur’an. Akhirnya mereka bertiga pergi menuju gubuk tempat tinggal pak Rahmad yang letaknya tidak jauh dari Masjid. Setibanya di gudang tempat pak Rahmad tinggal dulu, Dani langsung celingak celinguk seperti mencari sesuatu, tapi nihil yang dicari tidak ada. Dengan lemas Dani terdiam bagai patung. Bunda Ana yang melihat reaksi anaknya langsung menghampiri Dani sambil mengusap kepalanya, Bunda Ana berkata “Dan…walau Pak Rahmad tidak ada disini, Dani bisa kok melakukan sesuatu yang membuat pak Rahmad bangga”. “Betul itu Dan…” timpal pak Santo yang sedari tadi memperhatikan tingkah laku si buah hatinya. “Kamu bisa melakukan sesuatu yang bisa membuat bangga pak Rahmad” Ujar pak Rahmad mengulangi perkataan istrinya. “Apa itu yah…?!” Sambut Dani dengan wajah berseri-seri. “Tapi ayah bertanya dulu ya, boleh..? pinta ayah kepada Dani. “Boleh yah…” sahut Dani. “Pak Rahmad pernah berpesan apa kepada mu nak?” pak Santo balik bertanya sambil kedua tangannya memagang bahu Dani. Sambil mengingat-ingat, akhirnya Dani teringat sesuatu yang pernah diucapkan pak Rahmad sebelum mereka berpisah. “Berbuat baiklah kepada sesama, jika Dani berbuat baik kepada sesama seperti menolong teman yang kesusahan, bersedekah pada anak yatim piatu dan banyak hal lainnya yang bisa dilakukan, itu sama halnya Dani berbuat baik pada kakek apalagi di bulan Ramadhan yang penuh dengan berkah dan ampunan Allah ini pahalanya akan dilipatgandakan oleh Allah dan akan dimudahkan niat baik kita” ucap Dani berusaha mengingat dan menirukan kembali apa yang diucapkan Pah Rahmad, tak terasa airmata Dani menetes di pipinya, rasa kangen itu rupanya membuat Dani tak mampu menahan letupan didadanya. “Nah…” tiba-tiba ayah berseru “tunggu apalagi ayo…kita laksanakan pesan pak Rahmad” ajak pak Santo menegaskan kembali agar Dani tidak ragu. “Eee..tunggu dulu, kita mulai dari mana dulu nich” sahut Bunda Ana sambil melirik ke Dani dan berusaha membangkitkan semangat Dani. “Bagaimana kalau menyantuni anak yatim piatu?!” usul Dani. “Boleh..” sahut Pak Santo dan Bunda Ana berbarengan. Karena besok adalah hari Minggu maka mereka bertiga memutuskan malam itu juga menyisir mencari panti asuhan terdekat untuk anak yatim piatu. Sampailah mereka di sebuah bangunan rumah yang sederhana, merekapun menghentikan langkah sambil membaca tulisan yang terpampang di teras rumah itu. “YAYASAN ANAK YATIM PIATU NURUL IMAN..” eja Dani sambil mengarahkan jari telunjuknya ke papan nama tersebut dan disambut senyum oleh ayah bundanya. “Assalamualaikum….” ucap mereka bertiga. “Waalaikum salam warohmatullahi wabarokatuh….” Tergopoh-gopoh seorang ibu paruh baya menjawab salam. “Mari silahkan masuk..” sambut bu Aisyah mempersilahkan tamunya. “Ada keperluan apa ya? Bapak, ibu dan adik ini dating kesini” tanya bu Aisyah. “Oh..maaf sudah mengganggu waktu ibu, kami bertiga dari kampung Kurma sengaja dating ke tempat ini dengan maksud ingin berbagi kebahagiaan bu” jelas pak Santo. “Kebahagiaan yang gimana ya pak” bu Aisyah balik bertanya. “Gini bu, kami ingin berbagi rejeki dengan anak yatim piatu yang ada disini” timpal bu Ana. “Alhamdulillah….kebetulan saat ini kami membutuhkan donatur untuk biaya sekolah dan makan sehari-hari bu” ucap bu Aisyah dengan wajah yang sangat bahagia sambil memanggil anak yatim piatu asuhannya untuk bersalaman dengan pak Santo, bu Ana dan Dani. Tampak wajah Dani berseri-seri bahagia sekali, senyumnya tak henti-henti menyalami anak panti tesebut. “Yah, ternyata berbagi dengan mereka itu membuat kita bahagia ya, Dani jadi lebih bersyukur kepada Allah, benar kata Pak Rahmad bahwa Allah akan memudahkan niat baik kita..” bisik Dani kepada pak Santo yang disambut pelukan hangat oleh bu Ana.