Oleh: Yuliana Retnaningsih
Pagi-pagi sekali, setelah membuat makanan untuk sahur Mbok Jum menata ketupat buattannya ke dalam rombong yang berada dibagian belakang sepeda onthelnya. Tangannya cekatan memasukkan ketupat-ketupat itu ke dalam rombong. Sudah tiga tahun setelah kepergian sang suami Mbok Jum yang menjadi tulang punggung keluarga kecil ini. Saat itu anak pertama Mbok Jum baru kelas tiga SD sementara anak keduanya baru berumur dua tahun. Meskipun sang suami sudah kembali ke pangkuan Sang Ilahi lantas tidak membuat Mbok Jum berpangku tangan dan mengharapkan belas kasihan orang lain. Kedua putrinya memberi semangat untuk terus berjuang agar masa depan kedua buah hatinya lebih baik daripada dirinya. Menjelang Hari Raya Idul Fitri Mbok Jum memilih berjualan ketupat lebaran karena tidak memerlukan modal yang banyak. Ketupat buattan Mbok Jum banyak dicari oleh orang-orang karena ketupat buattan Mbok Jum sangat enak dan cocok dimakan bersama opor ayam saat Hari Raya Idul Fitri besok.
Terdengar suara tangisan dari dalam rumah, Mbok Jum masuk ke dalam rumah. Ternyata suara tangisan itu berasal dari kamar anaknya. Mbok Jum menghampiri kedua putrinya yang sudah bangun dari tidurnya. Mbok Jum melihat Nita, anak pertamanya sedang berusaha menenangkan Nara yang masih terus menangis diatas kasurnya. Mbok Jum menggendong Nara lalu menaruh putri bungsunya itu ke dalam pangkuannya. Mbok Jum mengusap-ngusap punggung Nara berusaha menenangkan putri bungsunya itu.
Setelah tangisan Nara mereda Mbok Jum mulai bertanya dengan pelan dan lembut agar Nara tidak kembali menangis,“Kenapa kamu menangis, Sayang?”
“Tadi Nara mimpi buruk, Mbok.”
Mbok Jum tersenyum lembut dan mengusap air mata yang ada di pipi Nara”Simbok tahu kenapa kamu bisa bermimpi buruk. Kamu sebelum tidur tidak berdoa, kan?”
Mengangguk mengiyakan perkataan simboknya,”Iya, Nara lupa berdoa.”
“Sebelum kamu tidur kamu harus berdoa kalau kamu tidak berdoa nanti kamu bisa mimpi buruk lagi,”ucap Mbok sambil menggelitikki perut Nara.
Tertawa terbahak-bahak karena merasa geli dengan gelitikan dari simboknya. Tidak ada air mata yang keluar dari mata indah putri bungsunya, air mata itu sudah berganti dengan suara tawa putrinya. Beginilah cara Mbok Jum mendidik kedua putrinya,Mbok Jum tidak pernah tega berteriak atau memukul kedua buah hatinya karena mereka harta yang paling berharga yang dimilikinya.
“Kalian berdua sudah sahur?”
Kedua putrinya menggelengkan kepalanya,“Belum,Mbok.”
“ Siapa yang mau sahur?”
“Saya,” jawab kedua putrinya kompak sambil mengacungkan tangan mereka.
Mbok Jum menggendong Nara dan tangan kanannya mengandeng Nita,”Kita sahur dulu.”
Mbok Jum dan kedua putrinya duduk manis diruang makan, sebelum makan mereka berdoa bersama-sama. Nasi putih dan ikan teri yang masih hangat menjadi menu sahur hari ini. Meskipun hanya sahur dengan nasi dan ikan teri mereka makan dengan lahap. Mbok Jum tidak mampu membelikan kedua anaknya makanan yang mewah. Rumah mereka saja masih mengontrak belum lagi Mbok Jum harus membayar uang sekolah kedua putrinya. Mbok dan kedua putrinya lebih memilih makan seadanya agar bisa membayar uang kontrakkan dan uang sekolah. Meskipun dengan lauk seadaanya setidaknya mereka masih bisa makan.
“Nita mau ikut Simbok ke pasar,”ucap Nita setelah selesai makan.
“Kamu tidak usah ikut Simbok berjualan ketupat. Kamu dirumah saja menjaga Adik kamu,”ucap Mbok disela-sela makannya.
Menggelengkan kepalanya,”Nita tidak mau dirumah, maunya ikut sama Simbok.”
“Nara juga pengen ikut ke pasar,”rengek Nara meniru kakaknya.
“Apa kalian tidak malu ikut berjualan dengan Simbok?”tanya Mbok Jum lembut kepada kedua anaknya.
“Aku tidak malu Mbok,lebih baik aku ikut Simbok berjualan daripada jalan-jalan bersama teman-temanku.”
“Kenapa kamu tidak mau jalan-jalan bersama teman-temanmu? Bukannya asyik jalan-jalan bersama temanmu?”tanya Mbok Jum terkejut anaknya memilih ikut ke pasar daripada bermain bersama teman-temannya.
Wajah Nita berubah menjadi cemberut,“Mereka meledek aku dan Nara tidak punya ayah, Mbok.”
Mbok Jum merasa sedih menengar perkataan putri sulungnya itu namun Mbok Jum tetap berusaha untuk tersenyum. Mbok Jum tidak mau kedua putri kecilnya ikut merasa sedih akan kepergian ayah mereka. Bagaimanapun juga kepergian sang suami sudah takdir dari yang diatas, Mbok Jum hanya bisa menerima kepergian sang suami dengan hati yang ikhlas.
“Jangan percaya dengan perkataan teman-temanmu, Ayah kalian sudah tenang disurga,”ucap Mbok Jum tersenyum lembut kepada kedua buah hatinya.
“Sekarang kita pergi ke masjid untuk shalat subuh. Ayah kalian akan sedih kalau melihat kalian menjadi anak nakal yang tidak mau pergi ke masjid,”ucap Mbok Jum pelan.
Kedua putrinya itu mengangguk menuruti perkataan Mbok Jum,bahkan dengan tawa yang riang mereka berlomba lari ke masjid. Mbok Jum berdoa agar kedua putri kesayangannya selalu merasa bahagia meskipun ayah mereka sudah berada disurga karena kedua putrinya sumber kekuatan Mbok Jum menghadapi semua cobaan yang dialaminya. Setelah selesai shalat subuh berjamaah, Mbok Jum dan kedua putrinya bersiap-siap untuk pergi ke pasar untuk berjualan ketupat buattannya. Mbok Jum menaikkan ke atas sepeda onthelnya sementara berjalan dibelakang sambil membantu Mbok Jum mendorong sepeda onthelnya. Biasanya kedua putrinya bermain dengan teman-temannya tapi entah kenapa hari ini mereka memaksa untuk ikut pergi ke pasar.
“Simbok, Kapan kita beli baju baru?” tanya Nara saat melewati kios pedagang baju.
“ Iya,Mbok. Kapan Nita beli baju baru?” tanya Nita ikut melihat deretan baju yang dipajang di kios-kios itu.
Mbok Jum lupa belum membelikan baju baru untuk Nita dan Nara,“Nanti kalau semua ketupat jualan Simbok habis, kita mampir beli baju baru buat Nita dan Nara.”
“Asyik, nanti Nara punya baju baru,”sorak Nara riang.
“Nanti baju Nita lebih bagus daripada punya Nara,”Ucap Nita menggoda Nara.
“ Nanti baju Nara yang paling bagus!” teriak Nara kesal karena digoda oleh kakaknya.
“Sudah jangan bertengkar! Nanti baju kalian berdua sama-sama bagus,”ucap Mbok Jum melerai kedua putrinya.
Sesampainya di pasar Mbok Jum menurunkan Nara dari atas sepeda onthelnya lalu mbok Jum menggelar beberapa karung sebagai alas untuk berjualan ketupat. Setelah dirasa karung itu sudah tersusun rapi Mbok Jum mulai menurunkan ketupat-ketupat buattannya dari dalam rombong. Setelah semuanya selesai Mbok Jum memindahkan sepeda onthelnya di tempat parkir sementara itu Nita dan Nara yang menjaga ketupat-ketupat dagangannnya itu. Mbok Jum tersenyum melihat beberapa orang langganannya sudah menunggu Mbok Jum di depan tempat Mbok Jum berjualan ketupat.
“Mbok Jum, ketupatnya dua puluh ribu,”ucap Mbak Tami salah satu pelanggan Mbok Jum
“Kalau saya, tiga puluh ribu,”ucap Mbak Susi yang juga pelanggan ketupat Mbok Jum.
Dengan cekatan Mbok Jum mulai membungkus ketupat seusai permintaan para pelanggannya. Mbok Jum membiarkan kedua putrinya duduk sambil bermain boneka agar mereka tidak kelelahan jika ikut membantu simboknya berjualan. Mbok Jum sangat senang melihat ketupat-ketupat buattannya habis terjual. Disimpannya uang itu dengan baik agar nanti Mbok Jum bisa membeli baju baru untuk Nita dan Nara. Mbok Jum berhenti didepan deretan kios-kios pedagang baju lebaran. Saat akan masuk ke dalam salah satu kios pedagang baju lebaran Mbok Jum melihat ada seorang nenek yang duduk didepan kios tersebut,nenek itu terlihat sedang kebingungan. Sepertinya Nenek itu bukan geladangan karena bajunya terlihat sangat rapi. Merasa kasihan melihat nenek tua itu kebingungan Mbok Jum membatalkan niatnya untuk masuk ke dalam kios itu dan memilih menghampiri nenek itu.
“Kenapa Nenek terlihat kebingungan?” tanya Mbok Jum kepada nenek tua itu.
“Nenek mau ke rumah anak Nenek tapi Nenek tersesat dan kehabisan uang,”ucap Nenek itu sedih.
“Nenek tahu alamat anak Nenek?”tanya Mbok Jum iba.
Nenek itu menyodorkan kertas bertuliskan alamat anaknya kepada Mbok Jum,” Mari ikut saya Nek!”
Sambil mengandeng Nita dan Nara Mbok Jum menghampiri salah satu supir taksi yang mangkal tidak jauh dari kios tersebut. Mbok Jum menyerahkan uang dan kertas berisi alamat itu kepada sopir taksi. Sopir itu paham dengan maksud dari Mbok Jum dan segera menyalakan mobilnya.
“Nenek masuk ke dalam taksi ini! Nanti Nenek akan diantar oleh sopir taksi ke rumah anak Nenek,”ucap Mbok Jum pada nenek itu.
“Terimakasih Nak, Semoga Allah membalas kebaikanmu,”pamit nenek itu sambil mendoakan Mbok Jum.
“Sama-sama,Nek,”ucap Mbok Jum menutup pintu taksi itu dengan senyuman yang tulus.
“Maaf,Mbok tidak bisa membelikan baju baru untuk kalian. Uang Mbok sudah habis untuk membayar taksi itu,”ucap Mbok pelan pada kedua buah hatinnya karena takut mereka berdua merasa kecewa.
“Tidak apa-apa, Mbok. Kasihan nenek itu,”ucap Nara pada Mbok Jum.
“ Aku dan Nara masih punya baju yang bagus,”ucap Nita tersenyum pada Mbok Jum.
Saat tengah terlelap tidur Mbok Jum terkejut karena ada yang menggedor-gedor pintu rumahnya. Mbok Jum terkejut melihat Nenek yang tadi ditolongnya datang bersama anaknya menggunakan mobil hitam yang sangat mewah. Anak Nenek itu berterimakasih dan memberikan tiga baju gamis baru dan memberikan amplop berisi uang.
“Tidak usah,nak. Saya ikhlas menolong nenek,”ucap Mbok Jum mencoba mengembalikan pemberian dari anak nenek itu.
“Saya juga ikhlas memberikan ini,semoga bermanfaat untuk keluarga Simbok. Saya pamit dulu, Selamat Hari Raya Idul Fitri”ucap anak nenek itu berpamitan pada Mbok Jum.
Baju baru itu dipeluk erat oleh Mbok Jum, Mbok Jum merasa sangat senang karena bisa memberikan bajubaru untuk kedua putrinya. Mbok Jum percaya jika kita menolong seseorang dengan ikhlas, kita akan diberi tambahan rejeki oleh yang diatas.