Mukmin Sejati Itu Dermawan

Oleh: Syinta Oktaviana R. Tolinggi

“Besok sudah mulai puasa, Bu?” Tanya Humaira memastikan sambil membantu Ibu membawakan belanjaan sayuran yang baru saja dibeli dari tukang sayur keliling untuk persiapan sahur pertama nanti.

“Iya, Nak. Besok umat Islam sama-sama akan menyambut kedatangan bulan yang selalu ditunggu-tunggu ini. Bulan yang di dalamnya terdapat banyak kemuliaan dan pahala yang berlipat ganda. Semua berlomba-lomba untuk berbagi kebaikan kepada sesama, seakan tidak ingin tertinggal segala tawaran pahala yang Allah janjikan untuk hamba-Nya yang benar-benar menjadi pemenang nanti. Akan sungguh merugi mereka yang melalaikan momen berharga ini, dan akan sangat menyedihkan bagi mereka yang tidak bisa menjadi tuan rumah yang baik dalam menyambut kedatangan tamu agung luar biasa ini,” jawab Ibu. Meskipun kini Humaira sudah menjadi mahasiswi semester enam dan sudah pernah melewati ramadhan di tahun-tahun sebelumnya, Ibu tetap terus mengingatkan dia akan kemuliaan bulan ramadhan ini, agar Humaira selalu ingat dan tidak menjadi salah satu orang yang melalaikan kedatangan bulan yang di dalamnya berlimpah keberkahan yang tak terhingga.

“Terus Ibu belanja sayuran sebanyak ini untuk apa? Tadi juga Bapak dan Ibu pulang dari pasar bawa belanjaan banyak banget, Bu?” Tanya Humaira kemudian sambil meletakkan sayuran di atas meja makan.

“Untuk dibagikan kepada anak-anak yatim dan orang-orang yang tidak seberuntung kita, Nak. Agar mereka juga bisa merasakan sahur pertama dengan makan makanan yang enak. Biar kita juga tidak hanya menikmati rezeki yang Allah berikan sendirian, tanpa dibagi ke orang-orang yang masih serba kekurangan. Di dalam harta kita ada hak mereka yang harus kita keluarkan sebagai sedekah kita, apalagi di bulan ramadhan seperti ini. Saat dan kesempatan berharga yang Allah kasih untuk para hamba-Nya dalam memaksimalkan ibadah. Termasuk tidak pelit dalam berbagi dan melakukan derma terbaik kepada orang yang membutuhkan. Semua ini juga semata-mata untuk mencari rida dan keberkahan dari Allah, Nak. Nanti sepulang dari kampus, Humaira bantuin Ibu dan Bi Nani masak, ya.”

“Wah, siap, Bu. Aku mau banget. Aku juga tidak pingin jadi bagian dari orang yang tidak menyambut kedatangan bulan puasa dengan sebaik-baiknya. Aku juga tidak mau jadi orang yang tidak memanfaatkan kehadirannya dengan maksimal,” ucap Humaira dengan penuh antusias. Setelah selesai membantu Ibu membereskan belanjaan di dapur, Humaira pun langsung bergegas menuju ke kampus. Memang proses perkuliahan Humaira untuk semester ini sudah selesai sejak H-5 ramadhan, hanya saja Humaira harus turut serta mengurus berbagai macam kegiatan di organisasi yang ia geluti saat ini untuk persiapan menyongsong ramadhan. Entah kegiatan kajian, bakti sosial, dan berbagai aksi derma lainnya untuk menyambut bulan penuh keberkahan ini. Bulan yang sudah dinantikan oleh seluruh umat Muslim di seentero dunia.

****

Masjid kampus baru dihuni oleh beberapa orang saja. Sebagian memutuskan aktivitas kuliah mereka harus diawali dengan salat duha, mencari keberkahan, menghamba kepada-Nya. Sebagian tilawah. Sebagian lagi membaca buku, entah buku kuliah atau buku bacaan yang lain. Masjid kampus memang salah satu tempat yang diminati mahasiswa untuk menenangkan pikiran, mencari kesejukan hati, dan mendapatkan ketenangan batin, Sering juga ada mahasiswa yang merebahkan diri di lantainya yang sejuk, istirahat sejenak, bahkan hingga tertidur. Masjid kampus menjadi tempat yang ampuh dan memikat hati para mahasiswa, selain kantin dan sekretariat organisasi. Humaira sudah tiba di masjid sejak beberapa menit lalu. Dia bersama teman-teman seorganisasinya menyiapkan gedung masjid yang akan digunakan untuk kajian dalam rangka menyambut kedatangan ramadhan tahun ini.

Euforia ramadhan sudah mulai terasa, bahkan sejak beberapa lama sebelum hari itu tiba. Berbagai macam kajian yang merupakan taman-taman surga di dunia sudah mulai berseliweran di mana-mana, tentu saja kajian yang bertemakan bulan ramadhan. Tak lain, semua itu semata-mata untuk meningkatkan semangat para umat muslim dalam menyambut kehadiran bulan ramadhan, untuk mendukung persiapan kita, untuk menguatkan hati dan iman kita, dan untuk mengingatkan kita agar mempersiapkan diri dengan sebaik-baik bekal dan persiapan dalam menyambut dan menjalankan bulan puasa ini. Membuat rindu pada bulan ramadhan semakin terasa menggebu-gebu.

Pada hakikatnya yang lebih penting dari semua itu adalah bagaimana diri kita benar-benar bersedia dengan sebaik mungkin untuk memasuki bulan ramadhan nanti. Mempersiapkan iman dan hati kita agar bisa menjalankannya dengan maksimal. Tidak hanya sebatas ikut kajian, tapi tidak bisa memaknai arti dari kajian itu dilaksanakan. Lebih dari itu, ramadhan adalah bulan yang seharusnya mengubah jiwa, raga, dan hati kita untuk semakin membawa ketaatan dan ibadah semata-mata hanya milik Allah. Ramadhan adalah momen untuk menyegarkan kembali jiwa yang lara, merangkai hati, membingkis asa, dan meraih rida Sang penguasa semesta untuk kembali berbalut fitrah yang suci. Ramadhan adalah momen terbaik yang memberikan kesempatan untuk memperbaiki diri dan menyibukkan diri dalam berbagai hal yang mendatangkan manfaat dan kebaikan. Salah satunya adalah dengan memperbanyak berbagi. Dengan memperbanyak berderma.

“Kedatangan bulan ramadhan setiap tahunnya tak henti menjadi penghibur hati orang mukmin. Bagaimana tidak, beribu keutamaan ditawarkan di bulan ini. pahala diobral, ampunan Allah bertebaran memenuhi setiap ruang dan waktu. Seorang yang menyadari kurangnya bekal yang dimiliki untuk menghadapi hari perhitungan kelak, tak ada rasa kecuali sumringah menyambut ramadhan. Insan yang menyadari betapa dosa melumuri dirinya, tidak ada rasa kecuali bahagia akan kedatangan bulan ramadhan,” ucap ustaz Hasyim yang hari ini mengisi kajian dalam rangka menyambut kedatangan bulan ramadhan yang tinggal satu hari lagi akan menyapa segenap umat muslim di dunia ini.

“Salah satu pintu yang dibuka oleh Allah untuk meraih keuntungan besar di bulan ramadhan adalah melalui sedekah, melalui berderma, dan melalui saling berbagi dan memberi. Islam sering menganjurkan umatnya untuk banyak bersedekah, dan dalam bulan ramadhan, amalan ini menjadi lebih dianjurkan lagi. Demikianlah sepatutnya akhlak seorang mukmin, yaitu dermawan. Tidak menyimpan harta kekayaan yang dititipkan Allah kepada dirinya hanya untuk dinikmati sendiri tanpa dibagi kepada orang lain. Apalagi sebentar lagi kita akan menyongsong bulan ramadhan, tidak lebih dari satu hari lagi kita akan kedatangan bulan ramadhan. Saat yang tepat bagi kita untuk berlomba-lomba memperbanyak amal kebaikan, memperbanyak saling berbagi dan memberi semata-mata dalam rangka mencari keridaan dan keberkahan dari-Nya,” lanjut ustaz Hasyim. Semua jamaah sibuk memperhatikan apa yang disampaikan oleh ustaz Hasyim. Sembari sesekali menganguk-anguk membenarkan apa yang disampaikan oleh ustaz Hasyim atau untuk memberikan isyarat paham dan mengerti dengan apa yang disampaikan oleh beliau. Sebagian ada yang menunduk, mencoba meresapi dan memaknai dengan khidmat apa yang sedang mereka dengar saat ini.

“Allah Subhanahu wa Ta’ala benar-benar memuliakan orang-orang yang bersedekah. Allah menjanjikan banyak keutamaan dan balasan yang menakjubkan bagi orang-orang yang gemar bersedakah, bagi orang-orang yang gemar memberi daripada meminta-minta, bagi orang-orang yang senantiasa dermawan kepada saudaranya yang membutuhkan. Terdapat ratusan dalil yang menceritakan keberuntungan, keutamaan, kemuliaan orang-orang yang bersedekah. Ibnu Hajar al-Haitami mengumpulkan ratusan hadis mengenai keutamaan sedekah dalam sebuah kitab yang diberi judul ‘Al-Inaafah fii Maa Ja’a fii As-Shadaqah wa Ad-Dhiyaafah’. Meskipun masih harus perlu dicek ke-shahih-annya. Banyak keutamaan ini seakan-akan seluruh kebaikan terkumpul dalam satu amalan ini, yaitu sedekah. Maka, sungguh mengherankan bagi orang-orang yang mengetahui dalil-dalil tersebut, tapi ia tidak terpanggil hatinya serta tidak tergerak tangannya untuk banyak bersedekah,” tambah ustaz Hasyim. Humaira yang duduk dibagian jamaah akhwat tampak begitu khusyu mendengarkan setiap kalimat demi kalimat yang terlontar dari lisan ustaz Hasyim. Berusaha untuk memahami kata-kata yang merupakan alarm bagi diri sendiri agar sering mengoreksi diri, terutama dalam menyambut bulan ramadhan ini. Sehingga ketika bertemu dengan bulan ramadhan nanti dalam keadaan hati yang tentram, nyaman, baik, dan siap untuk menjadi tuan rumah yang terbaik dan memperlakukan ramadhan dengan layak. Bersikap seolah-olah ramadhan tahun ini sebagai ramadhan yang terakhir. Kajian berjalan dengan penuh khidmat, menjadikan masjid seketika berubah layaknya taman surga yang dipenuhi oleh orang-orang yang haus akan ilmu, sehingga belajar dan mendengarkan ilmu-ilmu kehidupan bagaikan candu yang tak bisa diobati bahkan oleh banyaknya jenis obat apapun, selain belajar itu sendiri.

“Sebentar lagi kerinduan kita akan bulan ramadhan bakal tertuntaskan. Kesempatan terbaik bagi kita dalam memaksimalkan ibadah. Dalam mengupayakan banyak hal kebaikan agar kehadirannya tidak layaknya hadir begitu saja tanpa membawa perubahan apapun dalam diri kita semua. Perlakukan ramadhan dengan sebaik-baiknya, agar kelak ketika sudah waktunya dia pamit pulang, kita tidak akan merasakan perasaan menyesal telah menyia-nyiakan kehadirannya. Jadikan dia tamu yang paling berbahagia ketika kita sambut dengan sambutan paling terbaik. Bulan ramadhan adalah kesempatan bagi kita untuk memperbanyak amal kebaikan, memperbanyak memberi dan berbagi, memperbanyak derma untuk orang-orang di sekeliling kita yang membutuhkannya. Kini ramadhan dengan kemuliaan serta ampunan di dalamnya akan menemui kita. Manfaatkanlah, jangan biarkan kesempatan ini berlalu. Tak ada yang tahu, bahkan diri kita sendiri pun tak tahu boleh jadi ini adalah ramadhan terakhir kita.” Beberapa kalimat penutup dari ustaz Hasyim sebelum ucapan salam benar-benar menjadi penanda berakhirnya kajian pada hari ini.

Marhaban ya ramadhan. Ahlan wa sahlan ya ramadhan. Ah ramadhan, hati semakin tak sabar ingin bertemu bulan yang dinanti-nantikan ini. sudah tak sabar menanti saat-saat sibuk menyiapkan makan sahur, menanti jam berbuka, hingga bersiap melaksanakan salat tarawih bersama. Lebih dari itu, beribadah dengan sebaik-baiknya, berbuat kebaikan dengan sebanyak-banyaknya. Bulan puasa, ibadah yang wajib diperbaiki kualitasnya, dan yang sunah pun menjadi diwajibkan bagi diri masing-masing. Bulan ramadhan menyediakan banyak pahala yang lebih dari bulan-bulan sebelumnya.

****

Sore telah beranjak pamit, malam kini datang untuk menunaikan tugasnya. Langit menggelap, mentari berganti bulan dan bintang yang menjadi penerangan atas gelap gulitanya malam. Saat ini masjid ramai dengan para jamaah. Lebih ramai dan padat dari hari-hari biasanya. Sampai para jamaah harus salat di halaman masjid karena sudah tak muat berada di dalam. Ya, hari ini tarawih pertama untuk ramadhan di tahun ini. Semua umat muslim sungguh antusias untuk menunaikan tarawih pertama. Semoga keramaian dan kepadatan masjid tidak hanya ada dalam masa-masa awal kedatangan ramadhan, tapi akan awet hingga ramadhan pamit undur diri di akhir nanti. Seusai salat tarawih, Humaira membantu orang-orang rumah untuk mempersiapkan santapan sahur pertama bersama yang akan dibagikan kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin sekitar kompleks rumah mereka. Agar kenikmatan rezeki ini bisa dibagi dan dirasakan pula oleh orang-orang yang kurang beruntung, jarang merasakan ini. Hanya ketika ada manusia yang berbaik hati memberikan makanan kepada mereka, maka saat itu pula mereka bisa merasakannya. Membagi-bagikan makanan untuk sahur pertama memang sudah rutin dilaksanakan oleh kedua orangtua Humaira, sekalian juga untuk mengajarkan arti memberi dan berbagi yang sebenarnya bagi anak-anak mereka.

Hingga waktu sahur pun tiba keperaduan. Humaira ikut membagi-bagikan makanan sahur yang sudah mereka siapkan. Berawal dari orang-orang miskin yang tinggal di sekitar rumah mereka. Kemudian orang-orang yang tak pertempat tinggal dan menjadi penghuni pinggir jalan. Hingga berakhir di sebuah panti asuhan yang dihuni oleh beberapa anak yatim piatu yang terletak tidak jauh dari kompleks rumah mereka. Humaira dan keluarganya membagikan makanan dos tersebut hingga habis terbagi kepada yang berhak menerima. Ucapan terima kasih serta doa-doa baik dari yang diberikan pun ikut menyertai pemberian mereka. Raut bahagia tampak terlihat jelas sambil mengucap syukur, setidaknya hari ini ada yang berbaik hati memberikan makanan kepada mereka untuk bersahur agar kuat menjalankan puasa nanti. Kemudian berakhir dengan sahur bersama di halaman panti asuhan tersebut. Semua bahagia, tak terkecuali Humaira. Ternyata bahagia itu sangat sederhana. Sesederhana kita melihat orang lain tersenyum karena kita. Sesederhana saling berbagi dan memberi. Sesederhana melihat orang lain ikut merasakan kenikmatan yang kita rasakan. Berbagi tak perlu harus barang-barang mewah dan mahal, tak juga harus dalam jumlah yang banyak. Selama itu masih layak, bermanfaat, dan bisa kita berikan, meskipun sedikit, setidaknya sudah memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Semua itu akan terlihat sederhana dan membahagiakan kalau kita benar-benar memberikannya dengan tulus, hati yang ikhlas, dan hanya berharap rida, keberkahan, dan ampunan dari-Nya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *