Remas Bederma

Oleh: Bustamin

Berderma adalah suatu momentum kebaikan yang dilipat gandakan, pahala di bulan yang penuh berkah, bulan yang paling dibuka pintu-pintu kebaikan. Bulan Ramadhan adalah bulan di mana Allah berderma (melimpahkan kebaikan) kepada para hamba-Nya dengan mecurahkan rahmat, maghfirah, dan pembebasan dari neraka, terlebih di Lailatul Qadar. Allah Ta’ala akan menyayangi para hamba-Nya yang senang mengasihi yang lain.

Hidup berderma dibulan yang mulia ini sungguh memotivasi diri kami untuk selalu memacu kearah yang lebih baik. Tepatnya kami saat menjadi seorang remas (Remaja Masjid). Nama remas sepertinya sudah tidak asing lagi dalam dunia kaum muslimin. Karena hakekatnya mengabdi jiwa dan raga untuk kemashalahatan umat. Ditengah aktivitas dunia kampus, kuliah dengan banyak tugas, amanah kampus kami sebagai remas yang notabenenya bermufakat, bermusyawarah agar kirahnya masyarakat lingkungan perdos (perumahan dosen) bisa kami pantau disaat mereka berderma dalam hal pembagian kue-kue untuk kaum muslimin yang hendak berbuka puasa. Berderma sungguh menyejukkan hati bagi pelakunya. Karena perbuatan ini sangat dianjurkan nabi kita Rasulullah sebagai suri tauladan manusia.

Disaat tiba bulan yang penuh berkah maka musyawarah pembagian undangan ditujukan kepada dosen-dosen yang ingin berderma, sehingga dapat terorganisir dengan baik. Jika salah satu dari kami ada urusan kampus, maka meminta izin terlebih dahulu kepada yang piket atau teman sesama remas. Berderma sangat indah penuh disiplin kami menyiapkan kue-kue untuk disimpan dipiring kecil lalu dibentangkan karpet setelah itu dibagikan kue dengan jarak 30-40 CM agar kaum muslimin yang datang berbuka puasa dapat menikmati dan tidak merasa terganggu. Oleh sebab itu peristiwa ini, kami sangat menikmatinya tugasnya hanya menunggu dosen-dosen yang mengantar makanan dan kami sebagai remas harus menyiapkan tempat dan menyambut dengan baik bagi pengatar kue (baik itu dosen maupun orang yang diamanahkannya).

Berderrma dibulan yang mulia sangat mengejukkan hati, ketika kami harus mengambil makanan disaat hujan, karena pengantar kue sangat sibuk dan orang yang mau diamanahkan tidak ada ditempat akibatnya kami harus bergegas untuk menuju ditempat kediamannya. Saat itulah kami memahami bahwa hidup itu harus kita mengorbankan energi, tenaga, materi, untuk kebaikan kaum muslimin.

Berderma di kota rantau bertemu banyak bentuk fisik dan karakter namun tetap terjaga persaudaraan, keharmonisan dalam bumbu-bumbu cinta suasana ramadhan sangat kami junjung tinggi. Di kota kendari adalah kota bertakwa yang menyiapkan segala aktifitas remas dalam mengkoordini orang-orang yang berbuka di masjid. Masjid adalah rumah Allah yang disediakan bagi kaum muslimin untuk beribah. Disaat bulan yang penuh mulia ini datang, kami menyambutnya dengan berbagai aktivitas seperti membaca Al-Quran sambil menunggu orang-orang yang membawa kue dan menunggu panggilan telponan.

Berderma bagi orang-orang yang berpnya, bagi orang-orang kaya di bulan yang panuh berkah ini membuat kami merasa iri hati, karena kami merasa hanya membagi-bagikan kue itupun bukan kami yang membuat kue tersebut. Sementara orang-orang membeli kue atau membuat dirumahnya sendiri lalu mereka titip dimasjid-masjid sungguh mulia perbuatan kaum muslimin yang demikian.

Kami selalu berpacu untuk mendapatkan keutamaan dibulan yang penuh berkah saking semangatnya dalam menjalani keseharian dibulan tersebut, rasa-rasanya suara kami sudah berubah, entah itu karena kebanyakan mengaji atau karena suara-suara yang digunakan untuk yang lain. Prinsip kami selama itu kebaikan, maka kami akan mengerjakannya.

Terkadang piket 4 orang jumlah kami, namun karena teman-teman pergi ke kampus akibatnya kami harus bekerja ekstra meskir keringat bercucuran, tapi menikmatinya karena bulan ini adalah bulan yang berkah, bersenda gurau tatkala sudah menjelang makan sahur adalah hal yang lumrah kami lakukan mengapa tidak.karena tingga diperantauan dalam hal ini kota Kendari. Makan sahur seadanya dengan porsi sudah diukur sedemikian rupa. Tapi sebagai anak remas kami sudah merasakan kemanisan dalam perjuangan hidup meski orang-orang berucap tidak betah, tidak peduli. Karena menjadi remas adalah sesuatu yang mulia. Waktu pag harus diisi dengan mengaji dan membersihkan masjid, waktu sore menjalang habis shalat asar kami bergegas menunggu dan menyambut para pengantar kue.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *